Sunday 19 October 2014

23:53 - 3 comments

Lonesome.

Enggak tau kenapa tiba-tiba hasrat untuk menulis saat ini cukup besar.
Biasanya menulis buat saya, dua sampai tiga bulan sekali.
Tapi baru kemarin lusa menulis, dan hari ini menulis kembali.

Mungkin terlalu banyak yang harus saya bagi kepadamu. ✌️

Terlepas dari banyaknya latar belakang penulisan ini, sebenarnya ada seseorang yang cukup menyadarkan saya akan suatu hal.

Sahabat.
Teman.
Saudara.
Kekasih.
Pasangan.

Yaps! Dia mencakup semuanya.
Pada intinya, kami cukup sering ber-BBMan ria.
Setiap saat. Setiap waktu.

Entah karena sudah terlalu banyak topik yang kita bicarakan.
Tiba-tiba, dia berkata, "gue kesepian zra".
Saya bingung mengapa bisa-bisanya dia kesepian padahal sedang bersama saya.
"Gue pengen punya pacar".
Sontak membuat saya kaget, sejujurnya semua orang yang belum berpacaran pasti akan bilang yang sama seperti yang dia katakan.

Tapi dengan lantangnya sesuatu keluar dari bibir saya yang berdosa ini.
"Gue belom kepikiran ah, masih banyak target yang harus gue capai".

Sahabat saya ini cukup paham dengan karakter saya yang memang kadang cukup ambisius dalam menggapai apa yang saya impikan dalam hidup ini.
Bahkan dia sudah dapat menebak kalau saya akan merespon pernyataannya dengan kalimat tersebut.
"Jangan ngerasa apa-apa bisa lo lakuin sendiri".
Hanya itu yang keluar dari bibirnya saat dia dengan lembut mengucapkannya dan menatap saya dengan penuh kasih, seakan-akan dia adalah ayah kedua dalam hidup saya.

Tapi membuat saya sadar, kalau memang selama ini didikan kedua orangtua saya adalah memaksa saya untuk mandiri. Dan terkadang lupa, bahwa manusia tak dapat hidup sendiri.
Sering kali dalam hati, saya merasakan ada pemikiran-pemikiran yang mengatakan bahwa saya bisa mengerjakan semuanya sendiri.

Entah mengapa malam itu, saat sahabat saya ini berkata demikian, membuat saya terpikir.
"I need a friend".

Sesungguhnya bukan teman yang membantu setiap kesulitan-kesulitan yang saya alami.
Bukan teman yang sekedar kau datangi saat kau butuh sesuatu.
Bukan teman yang hanya saat sedih kau hampiri.
Atau bisa jadi, bukan sekedar teman yang hanya saat happy-happy.

Tetapi teman, yang memang tulus mengasihimu dengan segenap hati.
Walaupun memang kasihnya tak setulus seorang ibu, namun paling tidak ia takkan berani menghianati.
Teman yang bisa kau ajak berbagi.
Bukan hanya teman yang menjadi pendengar saja, tetapi justru teman yang kau rindu akan setiap omelan-omelannya yang membangun pribadimu menjadi lebih baik lagi.

Terkadang saya berpikir, apa cuma sahabat saya ini saja yang memang sedang kesepian?
Atau memang justru saya yang terlalu cuek dan pura-pura bodoh dengan semua keadaan?

Saya percaya, kesepian itu nilainya relatif. Tak ada ukuran yang dapat menjelaskan seberapa besar atau kecilnya rasa kesepian itu.
Tetapi ada satu hal yang pasti.
Satu hal yang mutlak.

Bahwa,

Kesepian itu tak dapat berbohong. Kesepian itu selalu jujur kepada pemiliknya.
Bahkan kesepian itu selalu memberikan petunjuk kepada alam dan semesta.
Karena kesepian itu tak akan bisa dimanipulasi, walaupun saya dan kamu berusaha menutup-nutupi sekuat hati.

Akuilah! Katakanlah!

Kalau dirimu kesepian,
siapa tahu,
diriku siap menemani.

Teruntuk sahabat saya yang terkasih, RAP,
Terimakasih.

Saturday 18 October 2014

00:26 - No comments

Liar.

Hari ini tepat tanggal 17 Oktober 2014.
Saya memiliki dua kisah, yang dua-duanya merasa dibohongi oleh yang dikasihi.

-----------------------------------------------

Pertama.
Sahabat kakak sepupu saya, ternyata yang tadinya berencana melepas masa lajangnya di akhir 2014, harus merelakan rencana tersebut untuk dilupakan dan dijadikan kenangan semata.
Iya.
Sahabat kakak sepupu saya, batal menikah.
Kekasihnya memutuskan hubungan mereka sebulan lalu.
Sayangnya, kisah sedihnya tak berujung sampai disitu saja.
Sahabatnya, yang juga sahabat lain kakak sepupu saya, (jadi mereka memiliki kumpulan teman dekat, empat orang), berencana untuk melepas masa lajangnya.
Namun, yang paling tragis dari kisah ini adalah, pria yang menikah adalah pria yang sama.
Iya!
Tak lain dan tak bukan, mantan kekasih sahabat kakak sepupu saya ini akan menikah dengan sahabatnya sendiri.
Saya tidak tahu apa yang ada di benak mereka.
Tega-teganya mereka menebar paku kebencian di hati seseorang, yang tak lain, adalah sahabatnya sendiri.
Tak cukupkah paku itu hanya sekedar ditancapkan? Mengapa perlu ia ditekan dengan palu lagi, agar semakin terasa begitu sakit hati wanita ini?
Saya bingung.
Saya "no comment".
Jahat?
Tentu!
Munafik?
Bisa jadi!
Saya yang tak mengalaminya pun merasa itu perbuatan tak berperasaan.
Terkadang kita manusia, semakin diburu oleh nafsu semata, maka istilah saudara pun akan hilang ditelan dunia.

Kedua.
Masih ingat kisah Si Kaya dan Si Miskin?
Iya.
Waktu itu Si Miskin sedang bepergian bersama kakak sepupunya, ke Pasar Baru.
Tiba-tiba Si Miskin dan kakak sepupunya yang sedang asyik merujak ini, bertemu dengan Si Kaya.
Namun, Si Kaya tidak sendiri, ia bersama wanita.
Iya.
Wanita itu adalah kekasih yang diakuinya, saat itu.
Padahal jauh-jauh hari, Si Kaya selalu meyakinkan Si Miskin, bahwa ia tak memiliki kekasih.
Tapi ternyata Si Kaya berbohong. Bahkan Si Kaya sudah lama berhubungan dengan wanita tersebut.
Alangkah kagetnya, Si Miskin yang tadinya berbunga-bunga, karena Si Kaya akhir-akhir ini intens mengubunginya.
Tunggu.
Si Kaya menghubungi Si Miskin ada maksud dan tujuannya.
Ada sesuatu yang diharapkan Si Kaya agar Si Miskin mau membantunya.
Namun, dengan sepenuh hati, Si Miskin membantunya, bahkan ia selalu memprioritaskan Si Kaya di atas segala kebutuhan dan kepentingannya.
Tapi apa balasan Si Kaya?
Memang, mereka tidak berpacaran, tapi apa Si Kaya sedikitpun tak menghargai perasaan Si Miskin?
Mengapa harus berbohong?
Mengapa harus berpura-pura?
Sabar wahai kau, miskin. Tenanglah. Tuhan masih menyayangimu.

-------------------------------------------------------------------

Kedua kisah ini menggambarkan, betapa sedihnya saat kau dibohongi oleh orang yang kau kasihi, oleh orang yang kau percayai.
Saya tak menyalahkan siapapun.
Saya juga tak akan membela satu di antara mereka.
Namun, apa kita tulus saat kita mengasihi seseorang?
Apa kita jujur terhadap orang yang kita kasihi?
Apa kita sering menebar paku kebencian di hati orang-orang yang justru menyayangimu sepenuh hati?

Kadang, kita pun juga terlalu merasa, "dia jahat, dia munafik, dia kejam, tak punya perasaan!"
Tapi pernahkah kita sadar bahwa di dunia ini, tak ada yang abadi.
Di dunia ini tak ada yang tulus.
Tak ada yang jujur.
Kecuali Tuhan dan dirimu sendiri.
Kasih mana yang lebih besar dibanding seorang ibu yang rela memberikan nyawanya untuk memberimu kehidupan di dunia ini?
Kita terlena dengan cinta seseorang yang bahkan kita tak tahu apa ia mengasihi kita tulus?

Realistis! Berpikirlah logis! Tapi jangan terlalu naif, saya takut, kamu lupa, kalau masih ada, seseorang yang tulus mengasihimu sepenuh hati.
Jangan takut membuka hatimu, tenanglah rencana Tuhan tak pernah gagal.
Kebaikan-kebaikannya di hidupmu dan di hidupku, terlalu sempurna, terlalu baik.
Tapi terkadang kita lah manusia yang mengabaikannya.
Semuanya sudah diatur olehNya, tergantung kita, pilihan di tanganmu dan di tanganku.

Mungkin, "KARMA DOES EXIST" akan tetap ada, hukum "TABUR - TUAI" masih terus sampai kapanpun.
Tapi kembali ke dirimu dan diriku, maukah kita berubah? Mau kah kita mengampuni? Dan belajar dari semua pelajaran hidup, agar tak jatuh di lubang yang sama.

Malam.