13:31 -
No comments
Es Kelapa Condet
Ijinkan aku bercerita tentang kejadian di September 2018, kejadian yang tak terlupakan, dikarenakan ada seseorang yang berbagi GPS di iPhone masing-masing (tak bermaksud promosi apel tergigit), sehingga kami bisa saling terkoneksi meski tak punya telepati, namun yakinlah kawan, jikalau kami sehati hahaha.
Begini kisahnya,
Aku salah memilih minuman. Banyaknya gaya kinetik yang kukeluarkan, dari subuh hingga hampir petang, suara dan keringat terbuang. Di pinggiran jalan, kulihat kelapa (yang kuanggap muda) itu menggiurkan!
Aku salah pilih minuman.
Aku salah pilih minuman, yang kelihatan menyegarkan tapi justru tak melegakan.
Aku salah lagi pilih minuman.
Lagi-lagi aku salah pilih minuman, yang keliatan menyejukkan, namun berujung penyesalan.
Ah... Lagi-lagi aku salah pilih minuman.
Entah dua kali atau tiga kali atau bahkan empat kali, ah tak terhitung berapa kali ku dengannya duduk berdampingan atau berhadapan, bahkan jalan berpegangan tangan sambil meminum minuman yang salah pilihan tadi, yang menurutku melepas bebanku, tapi malah melepas bebannya karena menertawakanku.
Lagi dan lagi aku kalah dengan pilihannya, dan sesal melanda dengan pilihanku. Tawanya riang, senyumnya girang, dan hatiku senang, karena ada sayang.
Tapi ada satu minuman yang tak salah kupilih, eh tapi dia sih yang memilih, tetapi tetap wanita tak mau kalah, jadi aku lah yang memilih hahaha. Es kelapa condet, harganya lebih murah dari minuman-minuman yang salah pilih tadi. Disuguhkan 2 kursi plastik yang menghadap ke jalan, karena berjualan di depan teras rumah sendiri. Aku menikmati es kelapa pilihannya, tapi aku lebih menikmati perasaan membuncah saat duduk berdampingan, tak perlu melihat karena khawatir akan pergi, karena memang tak akan kemana, karena ada maunya.
Bahagiaku sederhana, sesederhana salah pilih minuman, sesederhana merasakan minyak gosok penjual minuman, tapi di saat itu entah mengapa menjadi rumit.
Rumit, karena apa akan terjadi lagi? Sekedar membahas hal-hal konyol melihat warga condet lalu lalang di tengah teriknya surya.
Rumit, karena apa akan terulang kembali?
Sekedar tertawa menertawakan kebodohan satu sama lain, yang justru membuat aku dan dia semakin tahu kalau kami harus selalu bersama, karena saling membutuhkan, walaupun terkesan aku memaksa, tapi dia juga memerintahku untuk memaksanya. Jadi siapa yang berkuasa?
Begini kisahnya,
Aku salah memilih minuman. Banyaknya gaya kinetik yang kukeluarkan, dari subuh hingga hampir petang, suara dan keringat terbuang. Di pinggiran jalan, kulihat kelapa (yang kuanggap muda) itu menggiurkan!
Sluuurrrppp sluuuurrrppppp...
“Aaaahhh, kok keras!”, sentakku dalam hati.Orang di depanku nyengir, menertawakan kebodohanku.
Aku salah pilih minuman.
Aku salah pilih minuman, yang kelihatan menyegarkan tapi justru tak melegakan.
Slurp slurp slurp....Yang kusebut dahaga ini nyatanya hanyalah lapar mata.
Aku salah lagi pilih minuman.
Lagi-lagi aku salah pilih minuman, yang keliatan menyejukkan, namun berujung penyesalan.
Slurp slurp slurp...Si penjual tak sengaja mencampur minyak gosok dari jemarinya ke es kelapa punyaku.
Ah... Lagi-lagi aku salah pilih minuman.
Entah dua kali atau tiga kali atau bahkan empat kali, ah tak terhitung berapa kali ku dengannya duduk berdampingan atau berhadapan, bahkan jalan berpegangan tangan sambil meminum minuman yang salah pilihan tadi, yang menurutku melepas bebanku, tapi malah melepas bebannya karena menertawakanku.
Lagi dan lagi aku kalah dengan pilihannya, dan sesal melanda dengan pilihanku. Tawanya riang, senyumnya girang, dan hatiku senang, karena ada sayang.
Tapi ada satu minuman yang tak salah kupilih, eh tapi dia sih yang memilih, tetapi tetap wanita tak mau kalah, jadi aku lah yang memilih hahaha. Es kelapa condet, harganya lebih murah dari minuman-minuman yang salah pilih tadi. Disuguhkan 2 kursi plastik yang menghadap ke jalan, karena berjualan di depan teras rumah sendiri. Aku menikmati es kelapa pilihannya, tapi aku lebih menikmati perasaan membuncah saat duduk berdampingan, tak perlu melihat karena khawatir akan pergi, karena memang tak akan kemana, karena ada maunya.
Bahagiaku sederhana, sesederhana salah pilih minuman, sesederhana merasakan minyak gosok penjual minuman, tapi di saat itu entah mengapa menjadi rumit.
Rumit, karena apa akan terjadi lagi? Sekedar membahas hal-hal konyol melihat warga condet lalu lalang di tengah teriknya surya.
Rumit, karena apa akan terulang kembali?
Sekedar tertawa menertawakan kebodohan satu sama lain, yang justru membuat aku dan dia semakin tahu kalau kami harus selalu bersama, karena saling membutuhkan, walaupun terkesan aku memaksa, tapi dia juga memerintahku untuk memaksanya. Jadi siapa yang berkuasa?