Sunday, 28 December 2014

16:07 - No comments

Terimakasih, 2014!

Tidak terasa, sudah hampir 365 hari saya menjalani kehidupan di tahun 2014 ini.
Ada banyak hal yang saya dapatkan, namun tak sedikit pula yang saya berikan.

Hari ini, di minggu sore, tepatnya minggu terakhir di 2014.
Saya belajar makna dari memaafkan dan dimaafkan.

Seringkali dalam setiap adegan kehidupan, terlebih waktu saya merasa banyak hal yang tak adil yang terjadi dalam diri ini.
Saat dibohongi.
Saat disakiti.
Saat dikecewakan.
Saat bersedih.
Saat merasa dirugikan.
Saya selalu mengharapkan mereka yang menjahati itu meminta maaf dan mengakui semua kesalahannya.
Lalu kemudian, semuanya selesai, dan kembali baik seperti sedia kala.

Tapi, taukah kau?
Kehidupan tak seenak yang kita harapkan.
Bahkan seringkali saya harus meminta maaf untuk kesalahan yang tidak saya lakukan.
Yang rasanya saya pikirkan untuk melakukannya saja, tidak pernah!

Namun meminta maaf, bukan untuk mereka yang butuh pengakuan kalau mereka benar, dan saya salah.
Meminta maaf hanya untuk diri saya sendiri, supaya saya semakin sadar, supaya saya semakin tau, kalau hidup itu tak bisa sendiri.
Sekalipun mereka seringkali menyakiti dan merugikan saya, ternyata mereka semua mendewasakan saya.

Sama halnya dengan saat saya dan kamu, memaafkan seseorang, bukan semata-mata karena mereka pantas dimaafkan, bukan karena saya dan kamu hebat untuk mengampuni seseorang.
Tetapi, supaya saya dan kamu, sadar, kalau kita tak dapat hidup sendirian.

Saat saya dan kamu, memaafkan mereka, sesungguhnya hal itu untuk diri kita sendiri,
demi kesehatan saya dan kamu.
demi rezeki kamu dan saya.
terlebih, demi kebahagiaan hidup kita semua.
Satu hal yang saya yakini di 2015 ini, saya berharap kamu, kita semua, mulai mengurangi perbuatan dan perkataan yang seringkali menyakiti hati orang lain, menyakiti orang yang kita kasihi, dan menyakiti orang yang mengasihi kita sepenuh hati.

Pasti, saya dan kamu, tau rasanya memaafkan, tau rasanya dimaafkan.
Jadi, mulailah menabur kebahagiaan, cinta dan kasih terhadap sahabatmu, keluargamu, bahkan musuhmu.
Agar suatu hari, kau akan menuai yang baik dalam hidupmu.

Saya akan tetap mengampuni orang yang bersalah terhadap diri dan hati ini.
Kamu akan tetap dengan murah hati mau merendahkan hatimu untuk meminta maaf, meski sebenarnya tak ada kesalahan yang kau perbuat.

Dan kita?

Kita semua mulai mengurangi perbuatan dan perkataan yang secara sadar maupun tak sadar, menyakiti hati orang-orang terkasih.

Terimakasih 2014,
kau mengajarkan banyak hal kepada diriku yang tak tau apa-apa ini.

Selamat datang 2015,
diriku yang penuh kekurangan ini siap untuk belajar banyak hal darimu.

Friday, 28 November 2014

15:53 - No comments

.H.K.P.

tahukah kau,
apa yang terpenting dalam kehidupan ini?

tahukah kau,
apa yang harus seseorang miliki dalam menjalani hari demi hari?

tahukah kau,
bagaimana keluar dari setiap persoalan yang selalu kita hadapi?

tahukah kau?
tahukah?
kau?

terkesan jawaban dari seluruh pertanyaan tadi dinilai "relatif".
banyak makna dan pengertian.

tetapi, bagi saya hanya satu jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi.

HARAPAN.
ya,
tanpanya,
tak akan ada alasan seralistis apapun dalam menjalani kehidupan ini.

ya,
tanpanya,
cita-cita tak akan pernah tercapai.

ya,
tanpanya,
asa dan angan hanyalah sebatas di dalam buku dongeng semata.

bagi saya sendiri, hanya satu hal yang pasti dari harapan yang kita miliki.

KEKUATAN.
karena harapan membuat kita kuat untuk bertahan.

karena harapan menyanggupkan kita untuk selalu mencapai seluruh asa dan angan.

dan hanya karena harapan lah,
terjadi sebuah,

PERUBAHAN.

.HARAPAN. KEKUATAN. PERUBAHAN.

saya ingin sekali memiliki ketiganya.
agar kau sadar, kalau masih ada orang yang peduli dengan hidupmu.

agar kau sadar, masih ada saya yang mengasihimu setulus hati.

terimakasih,
bapak Presiden RI, JOKOWI.



Ps : "mengomentari foto Bapak Jokowi di majalah TIME dengan tema HOPE"

Wednesday, 12 November 2014

18:09 - No comments

father's day??

This is not a Hallmark Card Father's Day type message.
There are no shortage of the warm and fuzzy Father's Day cards, quotes and sentiments for you to read, bouncing around the Internet.

No, this Father's Day message is for all of us who have, or had, strained, troubled, broken or abusive relationships with dear old dad.
It was actually inspired after recently counseling someone whose father had sexually abused her as a child. So, if your dad is Ward Cleaver, count your lucky stars.
You don't need to read on. Go enjoy him. Love him and celebrate him.
Just don't judge those of us who struggle with Father's Day because we had something far less than "Father Knows Best," for a dad.

To begin with, it's important to remember that the Hebrew Bible says, "honor your father."
It doesn't say "obey your father."
It doesn't say "respect your father."
It doesn't say "like your father."
It doesn't even say "love your father."

Of course, it would be wonderful to feel love for one's father, however, love is a feeling and feelings can't be commanded.

Some fathers are lovable.
However, some fathers are not.
For a myriad of reasons, they are outside the realm of our love: abuse, neglect, absence, abandonment, betrayal -- many fathers have simply made it impossible for their children to feel the emotion of love or demonstrate it back.

And if you are such a child, of any age, or even if your father is dead, particularly on Father's Day when you are bombarded with Hallmark card messages of "love you dad," you need to hear this at least once today:
- NOT LOVING YOUR DAD DOES NOT MAKE YOU A MONSTER.
- NOT LOVING YOUR DAD IS NOT YOUR FAULT.
- IS IT SAD? YES, OF COURSE, BUT IT DOES NOT MAKE YOU BAD!
Look, we are not judged by our feelings, rather, we are judged by our actions.
It would be nice to love dad, however, for many of us, at least at this moment, it may not be there and maybe it never will.

What is a choice, what is always a choice, however, are our actions.
How do we choose to treat our dads?
That is always our choice to make.
To "honor" our father, at the very least, is to treat him with common decency and dignity.
In the rabbinic tradition this is the bare minimum of making sure that he is clothed, fed, and sleeps with a roof over his head. It is a minimum, it certainly isn't a maximum, but it is a start.

Beyond that there are degrees of honor -- if at all possible, picking up the phone and calling dad, speaking to dad in a dignified way and taking the kids to visit their grandfather are all rungs as we climb up the ladder of honor.

Honor, however, may also mean NOT picking up the phone, NOT visiting, or NOT placing the grandchildren into his life.
Yes, that is harsh.
Of course it isn't ideal.
It's horrible.
It's hell.

However, so is physical abuse, sexual abuse or emotional abuse.
Hell is having a father who is a drug addict, a compulsive liar, thief, bully or all-around bad guy.
Indeed, there is a commandment to honor one's father, however, there is no commandment to subject oneself, or own's children, to abuse, forsaking their honor, or our own, to honor an abusive dad.

As much as it is a commandment to honor one's father, equally it is a commandment for a father to make it possible for his children to honor him and some dad's seem to do all they can to make this commandment nearly impossible to fulfill.
Respect must be earned.
Love must be inspired.
Honor, however, is a set of actions that we have some control over.
As sons and daughters we must do everything we can to bestow honor, at least the lowest rung on the ladder of honor, upon our dad.

Maybe this Father's Day you'll forgive your dad (alive or dead).
Possibly this Father's Day you'll love your dad.
Perhaps this Father's Day you'll find something, one thing, to respect about your dad.

However, at the very least, do whatever you can to somehow, in some way, show him some honor.
Even if he doesn't deserve it -- do it for yourself, do it for your kids, do it for God.

May we all be blessed with father's we not only honor but we love.
At the very least, may we all be blessed to be sons and daughters that do our very best to show our dad, whether in life or death, deserving or not, a sense of honor on this Father's Day.

--- Have an Honorable Father's Day ---

Saturday, 1 November 2014

01:28 - No comments

PASSION.

menurut banyak kamus, baik kontekstual maupun non kontekstual.
istilah passion disebut,
gairah.
antusiasme.
nafsu.
hasrat.
kesenangan.
ketertarikan.
kebetulan saat ini saya masih berstatus job seeker.
alias pemburu pekerjaan.
beberapa kali saya menjalani interview, dan memang ada beberapa yang bertanya,
"what's your passion, ezra?"

dalam hati, jujur saya bingung. karena bagi saya, passion bukan sesuatu yang mudah didapatkan.
passion bukanlah sesuatu yang dengan cepat kita tahu.
bukan sesuatu yang bisa dengan gampangnya kita bilang, "ini passion gue!"

seorang sahabat bernama, Megawati.

pada awalnya dia lah yang mengenalkan kepada saya,
apa istilah passion.

dia menggambarkan passion itu seperti rasa cinta seseorang terhadap sesuatu.
(mungkin dalam hal ini bukan seseorang :p)
di umurnya yang 23 tahun ini, Ami, begitu saya memanggilnya.
ia telah menemukan apa passion nya.

mengajar.
Ami sangat menyukai saat ia mengajar seseorang.
ia suka saat ia berbagi ilmu kepada seseorang yang ia ajarkan.

lalu, dimana passion nya?

baginya, ia tak masalah saat ia dirugikan karena passion nya ini.
saat ini ia mengajar di sebuah sekolah international bilangan Jakarta Utara.
ia jujur terhadap saya, gajinya tak seberapa.
padahal ada banyak kesempatan yang bisa ia dapatkan, pengalaman yang jauh lebih meningkat ketimbang hanya mengajar.
tapi baginya, mengajar adalah passion nya.

seringkali saat kita berkata, "bermusik itu passion gue!"
tetapi saat ada kesempatan berkarir atau mungkin pekerjaan yang menghasilkan pemasukan lebih banyak,
dengan gampang kita mengalihkan profesi dan pekerjaan kita.
dan berdalih, semua butuh uang, semua ingin meningkatkan kualitas hidupnya.

so?
saya harus bilang, itu bukan passion.
karena passion datangnya dari hati.
datangnya dari kecintaanmu terhadap sesuatu.
yang walaupun justru sesuatu itu merugikanmu.
tapi kau tetap mencintainya dengan sepenuh hati.

saya tak mau munafik. dan lebih baik menjadi bajingan sekalian, dibanding berpura-pura benar dan baik di mata orang.
jujur, saya belum tau apa passion saya.
karena bagi saya, saat ini, yang saya kejar adalah.
harta, tahta, dan cinta.

dan apabila dari ketiga itu ada yang lebih penting, mungkin itulah yang disebut passion.

karena saat saya memutuskan memilih passion saya, maka yang saya kejar bukanlah keuntungan diri sendiri semata.
karena bagi saya bicara soal passion, bicara tentang memberi kepada yang kita kasihi.

harta, tahta, dan cinta, masih mengenal istilah menerima.
tetapi passion tak lagi ada saat kau akan menerima.

karena memang pada akhirnya seseorang dituntut untuk memberi dan bukan menerima.
pada ujungnya, hanya ada air mata yang menunjukkan kalau kau tersenyum bahagia.

kembali lagi, harus diakui kalau saya memang belum pada tahap itu.

bagaimana denganmu?

Sunday, 19 October 2014

23:53 - 3 comments

Lonesome.

Enggak tau kenapa tiba-tiba hasrat untuk menulis saat ini cukup besar.
Biasanya menulis buat saya, dua sampai tiga bulan sekali.
Tapi baru kemarin lusa menulis, dan hari ini menulis kembali.

Mungkin terlalu banyak yang harus saya bagi kepadamu. ✌️

Terlepas dari banyaknya latar belakang penulisan ini, sebenarnya ada seseorang yang cukup menyadarkan saya akan suatu hal.

Sahabat.
Teman.
Saudara.
Kekasih.
Pasangan.

Yaps! Dia mencakup semuanya.
Pada intinya, kami cukup sering ber-BBMan ria.
Setiap saat. Setiap waktu.

Entah karena sudah terlalu banyak topik yang kita bicarakan.
Tiba-tiba, dia berkata, "gue kesepian zra".
Saya bingung mengapa bisa-bisanya dia kesepian padahal sedang bersama saya.
"Gue pengen punya pacar".
Sontak membuat saya kaget, sejujurnya semua orang yang belum berpacaran pasti akan bilang yang sama seperti yang dia katakan.

Tapi dengan lantangnya sesuatu keluar dari bibir saya yang berdosa ini.
"Gue belom kepikiran ah, masih banyak target yang harus gue capai".

Sahabat saya ini cukup paham dengan karakter saya yang memang kadang cukup ambisius dalam menggapai apa yang saya impikan dalam hidup ini.
Bahkan dia sudah dapat menebak kalau saya akan merespon pernyataannya dengan kalimat tersebut.
"Jangan ngerasa apa-apa bisa lo lakuin sendiri".
Hanya itu yang keluar dari bibirnya saat dia dengan lembut mengucapkannya dan menatap saya dengan penuh kasih, seakan-akan dia adalah ayah kedua dalam hidup saya.

Tapi membuat saya sadar, kalau memang selama ini didikan kedua orangtua saya adalah memaksa saya untuk mandiri. Dan terkadang lupa, bahwa manusia tak dapat hidup sendiri.
Sering kali dalam hati, saya merasakan ada pemikiran-pemikiran yang mengatakan bahwa saya bisa mengerjakan semuanya sendiri.

Entah mengapa malam itu, saat sahabat saya ini berkata demikian, membuat saya terpikir.
"I need a friend".

Sesungguhnya bukan teman yang membantu setiap kesulitan-kesulitan yang saya alami.
Bukan teman yang sekedar kau datangi saat kau butuh sesuatu.
Bukan teman yang hanya saat sedih kau hampiri.
Atau bisa jadi, bukan sekedar teman yang hanya saat happy-happy.

Tetapi teman, yang memang tulus mengasihimu dengan segenap hati.
Walaupun memang kasihnya tak setulus seorang ibu, namun paling tidak ia takkan berani menghianati.
Teman yang bisa kau ajak berbagi.
Bukan hanya teman yang menjadi pendengar saja, tetapi justru teman yang kau rindu akan setiap omelan-omelannya yang membangun pribadimu menjadi lebih baik lagi.

Terkadang saya berpikir, apa cuma sahabat saya ini saja yang memang sedang kesepian?
Atau memang justru saya yang terlalu cuek dan pura-pura bodoh dengan semua keadaan?

Saya percaya, kesepian itu nilainya relatif. Tak ada ukuran yang dapat menjelaskan seberapa besar atau kecilnya rasa kesepian itu.
Tetapi ada satu hal yang pasti.
Satu hal yang mutlak.

Bahwa,

Kesepian itu tak dapat berbohong. Kesepian itu selalu jujur kepada pemiliknya.
Bahkan kesepian itu selalu memberikan petunjuk kepada alam dan semesta.
Karena kesepian itu tak akan bisa dimanipulasi, walaupun saya dan kamu berusaha menutup-nutupi sekuat hati.

Akuilah! Katakanlah!

Kalau dirimu kesepian,
siapa tahu,
diriku siap menemani.

Teruntuk sahabat saya yang terkasih, RAP,
Terimakasih.

Saturday, 18 October 2014

00:26 - No comments

Liar.

Hari ini tepat tanggal 17 Oktober 2014.
Saya memiliki dua kisah, yang dua-duanya merasa dibohongi oleh yang dikasihi.

-----------------------------------------------

Pertama.
Sahabat kakak sepupu saya, ternyata yang tadinya berencana melepas masa lajangnya di akhir 2014, harus merelakan rencana tersebut untuk dilupakan dan dijadikan kenangan semata.
Iya.
Sahabat kakak sepupu saya, batal menikah.
Kekasihnya memutuskan hubungan mereka sebulan lalu.
Sayangnya, kisah sedihnya tak berujung sampai disitu saja.
Sahabatnya, yang juga sahabat lain kakak sepupu saya, (jadi mereka memiliki kumpulan teman dekat, empat orang), berencana untuk melepas masa lajangnya.
Namun, yang paling tragis dari kisah ini adalah, pria yang menikah adalah pria yang sama.
Iya!
Tak lain dan tak bukan, mantan kekasih sahabat kakak sepupu saya ini akan menikah dengan sahabatnya sendiri.
Saya tidak tahu apa yang ada di benak mereka.
Tega-teganya mereka menebar paku kebencian di hati seseorang, yang tak lain, adalah sahabatnya sendiri.
Tak cukupkah paku itu hanya sekedar ditancapkan? Mengapa perlu ia ditekan dengan palu lagi, agar semakin terasa begitu sakit hati wanita ini?
Saya bingung.
Saya "no comment".
Jahat?
Tentu!
Munafik?
Bisa jadi!
Saya yang tak mengalaminya pun merasa itu perbuatan tak berperasaan.
Terkadang kita manusia, semakin diburu oleh nafsu semata, maka istilah saudara pun akan hilang ditelan dunia.

Kedua.
Masih ingat kisah Si Kaya dan Si Miskin?
Iya.
Waktu itu Si Miskin sedang bepergian bersama kakak sepupunya, ke Pasar Baru.
Tiba-tiba Si Miskin dan kakak sepupunya yang sedang asyik merujak ini, bertemu dengan Si Kaya.
Namun, Si Kaya tidak sendiri, ia bersama wanita.
Iya.
Wanita itu adalah kekasih yang diakuinya, saat itu.
Padahal jauh-jauh hari, Si Kaya selalu meyakinkan Si Miskin, bahwa ia tak memiliki kekasih.
Tapi ternyata Si Kaya berbohong. Bahkan Si Kaya sudah lama berhubungan dengan wanita tersebut.
Alangkah kagetnya, Si Miskin yang tadinya berbunga-bunga, karena Si Kaya akhir-akhir ini intens mengubunginya.
Tunggu.
Si Kaya menghubungi Si Miskin ada maksud dan tujuannya.
Ada sesuatu yang diharapkan Si Kaya agar Si Miskin mau membantunya.
Namun, dengan sepenuh hati, Si Miskin membantunya, bahkan ia selalu memprioritaskan Si Kaya di atas segala kebutuhan dan kepentingannya.
Tapi apa balasan Si Kaya?
Memang, mereka tidak berpacaran, tapi apa Si Kaya sedikitpun tak menghargai perasaan Si Miskin?
Mengapa harus berbohong?
Mengapa harus berpura-pura?
Sabar wahai kau, miskin. Tenanglah. Tuhan masih menyayangimu.

-------------------------------------------------------------------

Kedua kisah ini menggambarkan, betapa sedihnya saat kau dibohongi oleh orang yang kau kasihi, oleh orang yang kau percayai.
Saya tak menyalahkan siapapun.
Saya juga tak akan membela satu di antara mereka.
Namun, apa kita tulus saat kita mengasihi seseorang?
Apa kita jujur terhadap orang yang kita kasihi?
Apa kita sering menebar paku kebencian di hati orang-orang yang justru menyayangimu sepenuh hati?

Kadang, kita pun juga terlalu merasa, "dia jahat, dia munafik, dia kejam, tak punya perasaan!"
Tapi pernahkah kita sadar bahwa di dunia ini, tak ada yang abadi.
Di dunia ini tak ada yang tulus.
Tak ada yang jujur.
Kecuali Tuhan dan dirimu sendiri.
Kasih mana yang lebih besar dibanding seorang ibu yang rela memberikan nyawanya untuk memberimu kehidupan di dunia ini?
Kita terlena dengan cinta seseorang yang bahkan kita tak tahu apa ia mengasihi kita tulus?

Realistis! Berpikirlah logis! Tapi jangan terlalu naif, saya takut, kamu lupa, kalau masih ada, seseorang yang tulus mengasihimu sepenuh hati.
Jangan takut membuka hatimu, tenanglah rencana Tuhan tak pernah gagal.
Kebaikan-kebaikannya di hidupmu dan di hidupku, terlalu sempurna, terlalu baik.
Tapi terkadang kita lah manusia yang mengabaikannya.
Semuanya sudah diatur olehNya, tergantung kita, pilihan di tanganmu dan di tanganku.

Mungkin, "KARMA DOES EXIST" akan tetap ada, hukum "TABUR - TUAI" masih terus sampai kapanpun.
Tapi kembali ke dirimu dan diriku, maukah kita berubah? Mau kah kita mengampuni? Dan belajar dari semua pelajaran hidup, agar tak jatuh di lubang yang sama.

Malam.

Friday, 18 July 2014

02:36 - No comments

Si Kaya & Si Miskin

mereka bersahabat. cukup dekat. cukup mesra.
diam-diam si miskin suka dengan si kaya. yang akhirnya terbongkar juga.

    aku si miskin.
    salahnya aku. aku suka dengan si kaya.
    bodohnya aku. aku menaruh harapanku padanya.
    aku si miskin.
    yang kemudian terang-terangan mencintai si kaya.
    tapi apa gerangan?
    tak pernah ia menganggapku ada.

    bukan ada yang sebagaimana ada.
    tapi, aku si miskin. yang selalu siap, yang selalu hadir.
    di saat suka maupun duka.

waktu itu, si kaya berulang tahun. dan si miskin tentu ingin memberikan hadiah kepada si kaya.
hadiah apa? mungkin bagi si miskin perkara uang 300ribu rupiah baginya tak seberapa demi orang yang dikasihinya.

    apa salah seorang yang miskin, memberikan hadiah mahal untuk seorang yang kaya?
    tak pantaskah di matamu, hai kau, si kaya?
    apa ini kau sebut gengsi?
    apa salah seorang yang tak punya rumah, menyewakan taksi untukmu?
    tak cukup berarti kah pengorbananku untukmu, hai kau kaya?
    apa ini kau nilai gengsi?

ya. bagi si kaya, si miskin akan tetap miskin. si miskin hanya gengsi.
dan si miskin hanya sok kaya.

aku tak mau, kau buang uangmu untukku, wahai miskin!
aku bukan berarti membencimu. aku benci dengan sikapmu yang selalu berusaha membuatku senang.
padahal justru kau butuh bantuan.

sampai kapanpun, si miskin memang tak akan bisa bersatu dengan si kaya.
semoga si miskin bisa cepat melupakan si kaya. dan semoga si kaya tidak menyesal kehilangan si miskin.

-SEKIAN-

-------------------------------------------------------------------------------

seringkali kita hanya bisa mengomentari. seringkali kita manusia hanya berucap kata yang sia-sia.
yang ujungnya mengecewakan, yang ujungnya menyakiti hati orang yang kita sayang.

saya tak membela si miskin. tak juga menyalahkan si kaya.
ada hal yang di dunia ini, kita sebagai manusia, tak bisa pahami.

ini pilihan saya. itu pilihan kamu.
tapi apa pernah kamu dan saya melihat dari sisi "kita"?

kita ini bersahabat. kita ini berteman. kita ini bersaudara.
mengapa hanya karena perkara uang dan materi, sebuah cinta berubah menjadi murka?

kalau ditanya, siapa saya? si miskin kah? si kaya kah?
mungkin saya si miskin. yang kerjanya berharap akan suatu hal yang tak pasti.
bisa jadi saya si miskin. yang hobby nya gengsi dan suka naik taksi.

atau bisa jadi saya si kaya. yang memiliki cara berbeda dalam mengasihi si miskin.
mungkin saya si kaya, yang tak butuh bantuan si miskin.

apapun itu, saya tak mau memilih keduanya.
karena buat apa kaya, buat apa miskin, kalau kita tak tau artinya sebuah cinta.
kalau bagimu "uang tak mengenal saudara", maaf, kita berbeda.

tapi satu hal yang saya tau pasti, bahwa si miskin tulus mencintai si kaya.
dan si kaya juga tak mau merugikan si miskin.
tapi kembali lagi, ini bukan perkara saya miskin. atau kau kaya.

ini tentang pilihanmu dan pilihan saya.
kamu yang menentukan apa maumu.
dan saya yang menentukan apa mau saya.

cukup?

tidak, tidak berhenti sampai disitu.

pada akhirnya, kita harus memutuskan,

APA MAU KITA? :)

Wednesday, 14 May 2014

03:36 - No comments

Antara Jarak dan Waktu

entah mengapa setelah hampir 4 tahun, saya baru menyadari bahwa tempat di mana saya berjuang meraih gelar sarjana,
itu JAUH!

iya, JAUH! JAUH banget!

di semester 8 ini, memang saya ke kampus hanya untuk keperluan skripsi.
dan setelah dihitung, saya hanya ke kampus sebanyak 3 kali dalam tahun ini.

hebat bukan? hahaha.

kadang saya tak menyangka kalau selama 3,5 tahun saya berjuang dari rumah ke kampus.
awalnya sekitar setahun saya masih menggunakan jasa commuter line atau kereta.
lalu pernah juga iseng-iseng mencoba naik bis besar, dengan modus ingin tidur hahaha.
namun semenjak semester 4, dan saya sudah cukup tabungan untuk mencicil sepeda motor pribadi.
akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan sepeda motor.

dengan commuter line, perjalanan rumah ke kampus ditempuh 2 jam.
lalu, dengan bis, dapat ditempuh 2,5 jam. bahkan pernah 3 jam!
tapi dengan sepeda motor, hanya dengan 1 jam 30 menit saya sampai kampus tercinta.

namun semenjak semester 8, semuanya entah mengapa terasa berbeda.
mungkin karena saya tidak sesering semester-semester sebelumnya untuk ke kampus.
dan karena tidak terbiasa mengendarai sepeda motor dengan jarak yang cukup jauh,
membuat saya cukup lelah dengan perjalanan ke kampus sekarang-sekarang ini.
padahal semester-semester sebelumnya tak pernah mengalami hal ini.

sebenarnya bukan jarak yang membuat saya cukup kaget dengan jauhnya kampus saya.
tapi, WAKTU!

iya WAKTU!

tak terasa sudah hampir 4 tahun saya meniti cerita di kampus tercinta.
ada banyak hal yang membuat saya tertawa.
terkadang membuat saya menyesal, kenapa dulu saya se-"alay" itu.
atau malah membuat saya semakin dewasa.

tapi WAKTU menjawab semuanya.
ada kalanya seseorang yang harusnya cukup dewasa, tapi malah berbuat hal-hal kekanak-kanakan.
ada juga yang kita rasa belum cukup dewasa, tapi justru ia pemecah solusi dalam setiap masalah.

kenapa saya bilang WAKTU yang menentukan?

karena WAKTU selalu maju ke depan.
ia tak berhenti di tempat.
apalagi mundur ke belakang.

kenapa akhirnya ada sebuah penyesalan?

karena WAKTU selalu berjalan ke depan.
kalau ia dapat diberhentikan, maka nasi tetaplah menjadi nasi.
dan kalau ia dapat diputar ke belakang, maka nasi akan berubah kembali menjadi beras.

kampus yang JAUH tadi akan terasa dekat kalau saya sering ke kampus.
teman yang tadinya canggung bertegur sapa pun, akan terasa akrab apabila sering berkomunikasi satu sama lain.

sama seperti sebuah hubungan.
hubungan jenis apapun.

seseorang akan rela menunggu dalam waktu yang lama, apabila yang ditunggunya memang cukup dekat dengan impiannya.

namun akan terasa jauh, apabila yang ditunggu saja tak tau berada di mana.

jarak dan waktu memiliki perbandingan yang senilai.
semakin jauh jaraknya, maka semakin lama waktu yang ditempuhnya.

namun sekarang saya ubah.

jarak yang jauh tadi dapat ditempuh dengan waktu yang singkat.
apabila seseorang itu memiliki NIAT.

NIAT untuk jalan.
jalan menghadapi kenyataan.
kenyataan kalau ada sebuah tujuan dalam perjalanan.

tujuan itulah yang menjadi impian buat saya.

saat ini.
sekarang ini.

tujuan saya.
impian saya.

hanya satu.

mengakhiri perjalanan dan sampai pada tujuan.

tolong tunggu saya, hai kamu, BAJU TOGA dan GELAR SARJANA!

amin. amin. amin.

Thursday, 27 February 2014

23:58 - No comments

Arti Mimpi

dua hari yang lalu. tepatnya hari selasa.
saat itu saya mau berangkat kerja, di daerah Pulo Mas.
namun, karena hujan yang mengguyur ibu kota, membuat saya harus mengurungkan niat untuk berangkat.
ya, dikarenakan daerah Pulo Mas yang rawan banjir. saya takut kalau nantinya saya malah bisa-bisa makan siang di perjalanan.

pada akhirnya, saya malah tertidur di bangku sofa saat sedang membaca koran.
kira-kira tiga jam kemudian, saya terbangun.

di mimpi itu, saya bermimpi seseorang yang memang sudah cukup lama tak bertukar kabar dengannya.
seseorang yang sudah lama tak saling berkomunikasi baik lewat dunia nyata, ataupun dunia maya.
tapi memang akhir-akhir ini, saya cukup sering tidak sengaja terpikir tentangnya.

sehabis makan siang, saya duduk-duduk kembali di bangku sofa tadi, sambil membaca-baca majalah.
entah suasananya yang memang menenangkan, atau saya yang terlalu lelah dengan pekerjaan-pekerjaan saya belakangan ini.
atau memang benar kata ibu saya, kalau saya "pelor", nempel dikit langsung molor.

saya kembali tertidur untuk kedua kalinya.
dan terbangun setelah satu jam kemudian.

lagi-lagi. saya bermimpi tentang orang yang sama.
dan di mimpi yang kedua ini, jelas sekali itu teman yang memang sudah lama bagi kami tak berkomunikasi seperti dulu.
dulu kami cukup dekat, namun karena kesibukan, dan rutinitas masing-masing, membuat kami cukup lama tak bercengkrama dalam waktu yang lama.

walaupun pernah beberapa menanyakan kabar atau kesibukan, dan sesekali bercanda lewat jejaring sosial.
tapi memang, sudah lama bagi kami tak bercerita tentang kehidupan dan kegiatan kami masing-masing.

saya cukup kaget, karena mengapa, saya memimpikan dia sebanyak dua kali, tapi dalam hari yang sama.
pertanyaan itu cukup membuat saya aneh beberapa hari ini.

saya bertanya kepada ibu saya, kalau kita memimpikan seseorang, apa artinya.
ibu saya bilang ada dua jawaban.

yang pertama, saya merindukan dia.
yang kedua, dia sedang memikirkan saya.

apakah saya merindukannya?
ataukah dia yang merindukan saya?

lalu saya menanyakan hal ini kepada beberapa teman dekat. dan hampir semua dari mereka bilang, kalau saya lah yang merindukannya.

well, pada akhirnya saya duluan mengontak orang tersebut.
namun, belum direspon sampai sekarang.

entah dia sudah tidur.

atau memang dia tak merindukan saya.

Wednesday, 26 February 2014

02:34 - No comments

ayah.

"gue benci bokap gue, mi!"
"ga suka gue liat dia, malesin banget punya bokap begitu!"
"keras kepala banget, maunya menang sendiri, ngerasa paling bener di dunia."
"udah gitu, dia suka banget bentak-bentak nyokap gue!"
"iiihhh gue benci! gue benci ama dia, mi!!"

...---...

sekitar tiga hari yang lalu, saya mencoba untuk naik angkutan umum ke suatu tempat. tepatnya sih naik TransJakarta ke daerah Hayam Wuruk di Jakarta Pusat.
saat di dalam bis. ada dua orang perempuan yang saya pikir umurnya berkisar 16 tahun.
mereka menggunakan baju seragam SMA.

percakapan di atas tadi adalah salah satu kalimat-kalimat yang saya dengar dan perhatikan dari mereka berdua.
jadi si cewek A sedang curhat mengenai ketidaksukaannya pada ayahnya sendiri kepada cewek B.
cewek A ini terus-terusan mengeluh, dan terkadang memaki ayahnya sendiri.
saya rasa, mungkin ayah cewek A ini begitu banyak melakukan kesalahan kepada anaknya, sampai begitu putrinya ini membencinya.

si cewek B hanya diam mendengarkan, dan sesekali berkata, "sabar ya ra."
tapi tetap saja si cewek A ini meledak-ledak karena memang sudah begitu banyak kemarahan yang ia pendam pada ayahnya ini.

untungnya bis yang kami tumpangi tak terlalu ramai, dan terlihat hampir semua penumpang tak memerhatikan kedua anak gadis ini.
kecuali saya.
saya asik sekali menyimak mereka, walaupun saya yakin, mereka merasa kalau saya sedang memerhatikan mereka.
tapi mereka tetap saja saling berbincang satu sama lain.

...---...

"ra, gue juga sama, gue benci bokap gue yang tukang selingkuh."
"bokap gue suka mabuk. bahkan pernah dia ngarahin pisau ke nyokap gue."
"disitu gue berharap, mending dia cepet-cepet mati aja."
"tapi satu ra, satu yang gue sesalin sampai sekarang."
"gue lebih memilih dia hidup."
"gapapa deh, mau dia mabuk-mabukan kek, mau dia selingkuh kek."
"atau dia mau coba bunuh keluarganya sendiri kek."
"mending dia ada ra, paling engga, gue punya bokap."
"lebih sakit ga punya bokap, walaupun misalnya waktu hidup, dia sering nyakitin."
"tapi gue lebih pilih dia hidup ra, ketimbang dia ga ada kaya sekarang."

...---...

saat itu saya tertegun mendengar kata-kata si cewek B terhadap si cewek A.
saya yakin si cewek A pun juga tertegun.
tapi mungkin saya lebih merasa kalau kata-kata itu memang benar adanya.

mungkin saya bukan orang yang begitu membenci ayah saya. tapi saya juga bukan orang yang dapat bersyukur untuk keberadaan ayah saya.
tapi ada satu hal yang membuat saya teringat akan sebuah film.

sebuah film yang menceritakan seorang anak autis yang sangat membenci ayahnya. karena memang ayahnya seringkali memakinya.
bahkan sering mencoba membunuhnya. karena memang ia tak mau memiliki anak autis yang baginya hanya sebuah sampah dalam hidupnya.
sampai pada akhirnya si anak autis ini memiliki trauma yang berkepanjangan. ia tak bisa mengingat masa lalunya.
ia lupa akan ayahnya. ia lupa akan hal-hal yang dulu sering membuatnya menderita dan kesakitan.

singkat cerita, si anak autis ini menjadi seorang dokter. dan ayahnya yang sudah mengusirnya dulu, tiba-tiba mendatanginya dan memintanya untuk menyembuhkan penyakit ayahnya ini.
si anak autis yang tadinya sudah lupa akan ayahnya. tiba-tiba masa lalu yang baginya kelam itu, terkuak kembali.
ia semakin membenci ayahnya. bahkan ia takut bertemu dengan ayahnya ini.
tapi karena ia tak tega dengan ayahnya. baginya lebih baik ayahnya hidup, ketimbang ayahnya meninggal.

"ayah, kau harus hidup. agar aku bisa belajar tidak membencimu." 
"kalau kau mati, aku akan benar-benar membencimu. karena di saat kau hidup, sedikitpun, tak ada kenangan baik yang bisa kuingat tentang dirimu."

saya yakin, tak ada yang bisa menyalahkan kebencian anak autis itu pada ayahnya. karena memang ayahnya sudah begitu banyak melukainya.
tapi di sini saya belajar satu hal.

paling tidak, saya harus bersyukur.
kalau ayah saya, masih hidup.

jadi, masih ada kesempatan bagi saya, untuk menciptakan kenangan-kenangan yang baik tentangnya.
sehingga nantinya, di saat Tuhan memanggilnya.
tak ada penyesalan dalam hidup saya. justru saya akan semakin bersyukur.

ya bersyukur. kalau dia ayah saya.

karena kalau dia bukan ayah saya.

maka di dunia ini, tidak akan ada saya.

Wednesday, 19 February 2014

23:21 - 2 comments

saya akan pulang, agar saya dapat berangkat.

bagi saya, pulang itu adalah tujuan akhir dalam setiap perjalanan.
entah perjalanan satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, sepuluh tahun, atau bahkan sampai waktu yang tak ditentukan.
pasti akan ada waktu di mana seseorang pasti akan pulang.
sama halnya dengan saya, saya pasti akan pulang.

pulang itu menurut saya ya pasti kembali ke tempat awal di mana saya tadi berangkat.
kembali ke tempat awal di mana saya tadi berpamitan kepada orang-orang yang saya kasihi.
kembali ke tempat di mana orang-orang yang saya rindukan itu sedang menunggu saya.

dan tentunya, di saat saya pulang, saya harap mereka akan menyambut saya.
menyambut dengan kehangatan yang sama seperti kehangatan yang mereka berikan di tempat mereka mengantar saya tadi.

saya merupakan seorang mahasiswi.
saya merupakan seorang pekerja juga.
dan saya seorang muda yang masih butuh kebebasan.
masih ingin bermain-main dalam sebuah perjalanan.

saya selalu beraktifitas dari pagi hingga malam. kuliah. kerja. atau kadang-kadang saya bermain.
dan selalu saya pastikan, meskipun sudah sangat lelah, sudah sangat letih bagi saya untuk mengakhiri perjalanan di tempat awal saya berangkat tadi.
tetap saya lebih memilih pulang, ketimbang singgah ke tempat lain.
meski saya tahu kalau bahaya akan menanti jika saya memaksakan untuk pulang.

dan walaupun hari sudah berganti kepada hari berikutnya.
tapi saya paksakan untuk tetap pulang.

walaupun. ya, walaupun demi walaupun saya lalui.
demi sebuah kepulangan bagi perjalanan saya ini.

dan pada akhirnya, saat saya pulang, orang-orang yang saya pikir akan menunggu di depan pintu tadi, tempat di mana mereka mengantar saya sebelumnya.
terlihat mereka sudah tidur dengan lelapnya.
nampak sekali kalau orang-orang itu sudah terlalu lelah untuk memberikan kehangatan yang sama saat mengantar saya di tempat mereka mengantar saya tadi pagi.

mereka tak menyambut saya seperti di pagi hari saya berangkat.
dan bahkan sering sekali mereka tak menyadari kalau saya sudah pulang.
"tak apa", pikir saya.
mungkin memang saya yang terlalu lama di dalam perjalanan.
mungkin memang orang-orang yang saya kasihi itu sudah terlalu lelah menunggu kepulangan saya.
atau mungkin mereka sudah terlalu letih menjalani berbagai kegiatan mereka masing-masing.
"tak apa", pikir saya kembali.
bagi saya, pulang bukanlah sebuah pilihan dalam setiap perjalanan yang saya lalui.
bukan lagi bicara tentang, "kamu pulang atau enggak?"

karena pulang adalah kebutuhan bagi saya.
dan bahkan pulang adalah kewajiban untuk saya.

karena hanya dengan pulang lah, perjalanan saya dinyatakan selesai.
karena hanya dengan pulang lah, saya akan memulai perjalanan dari awal lagi.
karena hanya dengan saya pulang, saya akan menemui mereka yang saya kasihi.

mereka yang sedang terlelap dalam tidurnya.
mereka yang selalu berdoa agar saya selalu aman dalam setiap perjalanan yang saya lalui.
mereka yang yakin dengan iman percayanya kalau saya akan baik-baik saja.
dan mereka yang selalu yakin kalau saya pasti akan pulang.

dan setelah saya pulang,
itu berarti saya akan merasakan kembali kehangatan.
kehangatan yang hanya akan saya temui saat di mana saya berangkat.
kehangatan yang memang tak akan saya temukan di saat saya pulang.

kau tahu kenapa kehangatan itu hanya ada di saat saya berangkat?

karena orang-orang itu yakin dengan pasti, kalau saya akan pulang.
dan karena mereka yakin kalau saya pasti pulang.

karena dengan begitu, kami akan berjumpa kembali.
kami akan bertemu satu sama lain.
merasakan kehangatan yang sama-sama kami rindukan.
sama seperti hangatnya sang surya yang selalu menyinarkan kehangatannya.
(mungkin hal ini yang membuat saya berpikir, kalau pulang identik dengan malam hari, dan kalau berangkat identik dengan pagi hari)

dan saat itu saya akan memulai perjalanan kembali, beraktifitas lagi.
meraih semua angan, cita dan mimpi.
untuk saya dapat pulang kembali dan bertemu dengan orang-orang yang saya kasihi.
untuk membuat mereka bangga terhadap saya.
dan tak menyesal karena telah mengantar saya di saat berangkat tadi.

saya selalu merindukan saat di mana saya berangkat.
saat di mana saya melihat orang-orang yang saya kasihi itu tak sedang tidur terlelap.
saat di mana nantinya saya berpamitan kepada mereka.
dan saat di mana kami terpisah sementara.

lalu kami tertawa. lalu kami bercanda. lalu kami berbicara satu sama lain.
lalu kami bercerita dengan apa yang sudah kami lakukan seharian kemarin.
dan hal itu hanya terjadi di saat saya berangkat. dan bukan di saat saya pulang.

dan mereka mendengar saya. dan mereka bahkan merespon setiap cerita yang saya bicarakan.
karena mereka tidak tidur, sama seperti saat saya pulang.
karena mereka sudah sadar, kalau saya ada di tengah-tengah mereka.
karena memang ini bukan waktunya saya pulang.
tetapi ini waktunya saya berangkat.

saya tahu saya akan pulang. agar saya dapat berangkat lagi.
dan bertemu dengan orang-orang yang memberikan kehangatannya agar saya dapat semangat dalam beraktifitas kembali.
semangat mengejar impian saya. semangat dalam perkuliahan saya. semangat dalam pekerjaan saya.
semangat dalam memberikan semangat kepada sekitar saya.

oleh karena itu, saya mau pulang.
karena memang saya akan pulang.
dan karena saya pasti pulang.

agar dapat berangkat lagi, bertemu dengan mereka yang saya cintai, dan mengantarkan saya kepada sebuah perjalanan.
sebuah perjalanan yang saya butuhkan, agar saya dapat bercerita kepada mereka yang saya rindukan.

Thursday, 30 January 2014

01:16 - No comments

adil kah?

"Tuhan itu adil."
kalimat itu cukup menjadi pemikiran saya selama dua tahun belakangan ini.
bagi saya, Tuhan itu baik. apa baik dengan adil itu bisa disamakan porsinya?
entahlah.

Rico Verando.
seorang pria yang umurnya berkisar 19 tahun.
seorang pria yang memang di umurnya sudah pantas memiliki pacar (katanya).

seorang anak laki-laki yang harusnya enggak makan lima butir pil obat dalam dua kali sehari.
seorang anak laki-laki yang harusnya tahu apa yang baik dan enggak baik buat dia.

seorang abang yang harusnya dihormati oleh adiknya yang masih duduk di Sekolah Dasar.
seorang adik yang harusnya enggak dianggap anak kecil lagi sama abangnya yang cuma terpaut setahun darinya.

dan terakhir,
seorang majikan yang harusnya enggak terus-terusan dibentak sama pembantunya.

"aku engga boleh megang rambut miss ya?", dengan polos ia berkata.
saya rasa organ tubuhnya sedang menghasilkan hormon testosteron saat dia berbicara seperti itu.
atau mungkin ada hal yang wajar terlihat di umurnya, namun tak tahu apa yang dilihatnya.

ya. dia normal. dia pria biasa. secara jasmaniah.

mungkin dia tak tahu apa yang terjadi padanya. mungkin.
atau bisa jadi, dia bingung kenapa dirinya berbeda dengan teman-temannya yang lain.

ya. dia memang berbeda. dia memang tidak biasa.

dia sering tertawa di saat tak ada hal yang harus ditertawakan.
dan terkadang membuat saya risih. bahkan membuat saya marah.

"engga boleh bercanda ya miss? kalau bercanda tinggal kelas ya?"
begitulah kata-kata andalannya apabila saya mulai risih dengan suara-suara aneh yang keluar dari bibirya.

dia tidak salah. orang tuanya pun juga tak salah.
dan tentu Tuhan takkan pernah salah.

terlihat kalau hidupnya tak bahagia. kisahnya begitu menyedihkan.
dan nampak begitu banyak ketidakadilan yang dialaminya.

namun,
memang sudah begitu takdirNya.

"Tuhan adil. Tuhan baik. Tuhan tak pernah salah."
"Dia tahu apa yang terbaik buat saya."

saya berharap dua kalimat tersebut tertanam di pikiran, dan di hatinya,

Rico Verando, murid saya yang autis itu.