Saturday, 18 October 2014

00:26 - No comments

Liar.

Hari ini tepat tanggal 17 Oktober 2014.
Saya memiliki dua kisah, yang dua-duanya merasa dibohongi oleh yang dikasihi.

-----------------------------------------------

Pertama.
Sahabat kakak sepupu saya, ternyata yang tadinya berencana melepas masa lajangnya di akhir 2014, harus merelakan rencana tersebut untuk dilupakan dan dijadikan kenangan semata.
Iya.
Sahabat kakak sepupu saya, batal menikah.
Kekasihnya memutuskan hubungan mereka sebulan lalu.
Sayangnya, kisah sedihnya tak berujung sampai disitu saja.
Sahabatnya, yang juga sahabat lain kakak sepupu saya, (jadi mereka memiliki kumpulan teman dekat, empat orang), berencana untuk melepas masa lajangnya.
Namun, yang paling tragis dari kisah ini adalah, pria yang menikah adalah pria yang sama.
Iya!
Tak lain dan tak bukan, mantan kekasih sahabat kakak sepupu saya ini akan menikah dengan sahabatnya sendiri.
Saya tidak tahu apa yang ada di benak mereka.
Tega-teganya mereka menebar paku kebencian di hati seseorang, yang tak lain, adalah sahabatnya sendiri.
Tak cukupkah paku itu hanya sekedar ditancapkan? Mengapa perlu ia ditekan dengan palu lagi, agar semakin terasa begitu sakit hati wanita ini?
Saya bingung.
Saya "no comment".
Jahat?
Tentu!
Munafik?
Bisa jadi!
Saya yang tak mengalaminya pun merasa itu perbuatan tak berperasaan.
Terkadang kita manusia, semakin diburu oleh nafsu semata, maka istilah saudara pun akan hilang ditelan dunia.

Kedua.
Masih ingat kisah Si Kaya dan Si Miskin?
Iya.
Waktu itu Si Miskin sedang bepergian bersama kakak sepupunya, ke Pasar Baru.
Tiba-tiba Si Miskin dan kakak sepupunya yang sedang asyik merujak ini, bertemu dengan Si Kaya.
Namun, Si Kaya tidak sendiri, ia bersama wanita.
Iya.
Wanita itu adalah kekasih yang diakuinya, saat itu.
Padahal jauh-jauh hari, Si Kaya selalu meyakinkan Si Miskin, bahwa ia tak memiliki kekasih.
Tapi ternyata Si Kaya berbohong. Bahkan Si Kaya sudah lama berhubungan dengan wanita tersebut.
Alangkah kagetnya, Si Miskin yang tadinya berbunga-bunga, karena Si Kaya akhir-akhir ini intens mengubunginya.
Tunggu.
Si Kaya menghubungi Si Miskin ada maksud dan tujuannya.
Ada sesuatu yang diharapkan Si Kaya agar Si Miskin mau membantunya.
Namun, dengan sepenuh hati, Si Miskin membantunya, bahkan ia selalu memprioritaskan Si Kaya di atas segala kebutuhan dan kepentingannya.
Tapi apa balasan Si Kaya?
Memang, mereka tidak berpacaran, tapi apa Si Kaya sedikitpun tak menghargai perasaan Si Miskin?
Mengapa harus berbohong?
Mengapa harus berpura-pura?
Sabar wahai kau, miskin. Tenanglah. Tuhan masih menyayangimu.

-------------------------------------------------------------------

Kedua kisah ini menggambarkan, betapa sedihnya saat kau dibohongi oleh orang yang kau kasihi, oleh orang yang kau percayai.
Saya tak menyalahkan siapapun.
Saya juga tak akan membela satu di antara mereka.
Namun, apa kita tulus saat kita mengasihi seseorang?
Apa kita jujur terhadap orang yang kita kasihi?
Apa kita sering menebar paku kebencian di hati orang-orang yang justru menyayangimu sepenuh hati?

Kadang, kita pun juga terlalu merasa, "dia jahat, dia munafik, dia kejam, tak punya perasaan!"
Tapi pernahkah kita sadar bahwa di dunia ini, tak ada yang abadi.
Di dunia ini tak ada yang tulus.
Tak ada yang jujur.
Kecuali Tuhan dan dirimu sendiri.
Kasih mana yang lebih besar dibanding seorang ibu yang rela memberikan nyawanya untuk memberimu kehidupan di dunia ini?
Kita terlena dengan cinta seseorang yang bahkan kita tak tahu apa ia mengasihi kita tulus?

Realistis! Berpikirlah logis! Tapi jangan terlalu naif, saya takut, kamu lupa, kalau masih ada, seseorang yang tulus mengasihimu sepenuh hati.
Jangan takut membuka hatimu, tenanglah rencana Tuhan tak pernah gagal.
Kebaikan-kebaikannya di hidupmu dan di hidupku, terlalu sempurna, terlalu baik.
Tapi terkadang kita lah manusia yang mengabaikannya.
Semuanya sudah diatur olehNya, tergantung kita, pilihan di tanganmu dan di tanganku.

Mungkin, "KARMA DOES EXIST" akan tetap ada, hukum "TABUR - TUAI" masih terus sampai kapanpun.
Tapi kembali ke dirimu dan diriku, maukah kita berubah? Mau kah kita mengampuni? Dan belajar dari semua pelajaran hidup, agar tak jatuh di lubang yang sama.

Malam.

0 komentar:

Post a Comment