Tuesday 31 March 2015

09:44 - No comments

"Satu Milyar"

seorang janda di pinggir kota kami terlihat sedang berseri-seri sehabis pulang bergereja.
nampak kakinya yang kecil melangkah dengan amat ringan dan tak ada beban sama sekali.

"ritual mingguannya", sahut pria berkacamata kepada teman yang duduk persis di sampingnya.

"dasar orang miskin sok kaya!", pria bongsor lainnya menambahkan.

aku hanya memerhatikan sekelilingku dengan seksama.
aku mendengar semua yang mereka bicarakan.
aku melihat semua yang mereka lakukan.

"tukang komentar", begitu aku menyebut kedua pria yang terhormat di kota kami ini.

kembali ku berpaling mencari-cari sosok janda tua tadi.
seingatku memang janda tua ini hidup miskin,
bahkan untuk sesuap nasi pun, kurasa ia harus menguras tenaga demi mengais gelas-gelas aqua bekas.

********

satu waktu aku sedang berbincang dengan Tuanku di langit-langit jagat raya.
"Wan, mana kau pilih, mendapat 1 Milyar, atau memberi 1 Milyar?"
"pertanyaan macam apa itu?", pikirku.

saat dilihatNya, aku tak menjawab.
kemudian Tuan meninggalkanku dan tersenyum penuh makna,
"senyuman licik", aku menyebutnya dalam hati.

*******

setahun kemudian janda tua yang rajin bergereja itu meninggal dunia.
dan tanpa kusadari ternyata proses pemakamannya amat ramai diikuti seluruh warga.
tanpa terkecuali.

berbeda sekali dengan 2 bulan yang lalu, tepatnya saat kedua pemimpin kota kami, 'tukang komentar', begitu aku menyebutnya, itu meninggal dunia.
kuburannya sepi.
bahkan sanak saudara dan kerabatnya pun tak ada yang nampak.

"Inilah bedanya definisi ‘orang miskin’ dan ‘orang kaya’ di hadapanKu", tiba-tiba suara Tuan yang lembut membuyarkan lamunanku.

"maksudnya apa Tuan?", selaku.

"Orang miskin akan selalu merasa ‘kurang’ sekalipun apa yang ada di dalam tangannya itu banyak."

"Sebaliknya, orang kaya akan merasa selalu ‘lebih’ dengan berapapun yang mereka miliki."
aku bingung tak mengerti ucapan Tuanku ini.
"Mental ‘kaya’ inilah yang dimiliki oleh seorang janda miskin yang mempersembahkan dua keping peraknya ke gereja", Tuan melanjutkan.

"RITUAL MINGGUAN?", tanyaku.

"Ia selalu merasa lebih dengan berapapun yang dipercayakan kepadanya, sehingga ia ingin memberi."

"Dengan kata lain, ‘orang kaya’ akan selalu ingin memberi karena ia selalu merasa memiliki lebih dengan berapapun yang ia punya."

"Inilah yang membedakan orang kaya dan orang miskin", Tuan menjelaskan.

Ia melanjutkan, "kau bisa mempunyai kekayaan yang lebih banyak, tapi kau akan tetap menjadi orang miskin jika kau selalu merasa tidak ada ‘uang lebih’ yang bisa kau berikan."

dan teringat ku dengan pertanyaan 1 Milyar yang lalu.
senyumNya yang kuanggap 'licik' itu kembali menjawab keraguanku selama ini.


bahwa memang lebih baik memberi daripada menerima.

0 komentar:

Post a Comment