09:46 -
No comments
senjaku vulgar, senjamu?
senja selalu enak dipandang, aromanya sungguh merupakan kelegaan bagiku.
ya, karena itu berarti hari hampir berlalu.
semakin kunikmati lekat-lekat, semakin pula senjaku buru-buru lewat di hadapanku.
namun, entah mengapa, di hari itu, senjaku tak seindah biasanya.
kurasakan bulu tengkukku merekah tak beraturan.
sel-sel dalam tubuhku nampaknya ingin buru-buru keluar dari rumahnya.
hormonku berdemonstrasi agar kuikuti mau mereka.
para saraf sensorik dan motorik dalam tubuhku berunjuk rasa, layaknya meminta hak.
hak untuk dikeluarkan dari seonggok ciptaan Tuhan yang paling indah di muka bumi,
aku, si manusia.
"BURU! BURU! CEPETAN DONG!!", kurasa begitulah celotehnya.
kutahan, kuredam, dan kubujuk semua hasrat dan nafsuku.
ini bukan waktunya, kawan.
ini bukan tempatnya, kawan.
mulutku komat-kamit seperti orang gila, padahal hatiku sedang sungguh-sungguh berdoa.
kulihat ia seperti sudah siap melahapku.
menampung segala keluh kesahku.
menerkam semua yang ingin kukeluarkan dari tubuh penuh dosa ini.
buru-buru kubuka kancing celanaku, kuturunkan resletingnya.
semakin kubuka, semakin pula birahiku menggedor dengan keras.
semakin kuturunkan celanaku, nafasku semakin memburu, berkejar-kejaran dengan segala hormon-hormon yang ada di dalamku.
kemudian dengan nafsu, kubuka segala hal yang menutupinya, di senja itu.
kuyakin ia juga amat merindukanku untuk menikmatinya.
karena ia tahu bahwa aku tak akan bisa hidup tanpanya.
semuanya keluar.
segala hormon. segala liquid. segala ekstrak. dan apapun itu namanya.
kulihat ia tersenyum bahagia.
walaupun terlihat cukup kewalahan menerima segala seranganku di senja itu.
nafasnya dan nafasku beradu, sekarang ia yang cukup agresif.
seakan-akan ia memaksaku untuk membelainya dan menekan-nekan bagian tubuhnya.
pada akhirnya,
kemudian kubersihkan tubuhnya. dan kututup lubang pada dirinya yang sedari tadi kubuka, hanya demi melampiaskan birahiku.
kutarik kembali celanaku. dan terakhir, kututup resletingku.
dalam hati kuteriakkan segalanya yang ada dalam benak ini,
ya, karena itu berarti hari hampir berlalu.
semakin kunikmati lekat-lekat, semakin pula senjaku buru-buru lewat di hadapanku.
namun, entah mengapa, di hari itu, senjaku tak seindah biasanya.
"ADUH!", teriakku dalam benak ini.
kurasakan bulu tengkukku merekah tak beraturan.
sel-sel dalam tubuhku nampaknya ingin buru-buru keluar dari rumahnya.
hormonku berdemonstrasi agar kuikuti mau mereka.
para saraf sensorik dan motorik dalam tubuhku berunjuk rasa, layaknya meminta hak.
hak untuk dikeluarkan dari seonggok ciptaan Tuhan yang paling indah di muka bumi,
aku, si manusia.
"BURU! BURU! CEPETAN DONG!!", kurasa begitulah celotehnya.
kutahan, kuredam, dan kubujuk semua hasrat dan nafsuku.
ini bukan waktunya, kawan.
ini bukan tempatnya, kawan.
"AKU TERANGSANG!", otakku menyimpulkan.
mulutku komat-kamit seperti orang gila, padahal hatiku sedang sungguh-sungguh berdoa.
"TUHAN, AKU ENGGAK KUAT!", saat kulihat ia yang kudamba sedang duduk menggodaku.
kulihat ia seperti sudah siap melahapku.
menampung segala keluh kesahku.
menerkam semua yang ingin kukeluarkan dari tubuh penuh dosa ini.
"CEPET BUKA CELANA LO!", itulah kalimat pertama yang keluar darinya, batinku.
buru-buru kubuka kancing celanaku, kuturunkan resletingnya.
semakin kubuka, semakin pula birahiku menggedor dengan keras.
semakin kuturunkan celanaku, nafasku semakin memburu, berkejar-kejaran dengan segala hormon-hormon yang ada di dalamku.
kemudian dengan nafsu, kubuka segala hal yang menutupinya, di senja itu.
kuyakin ia juga amat merindukanku untuk menikmatinya.
karena ia tahu bahwa aku tak akan bisa hidup tanpanya.
"AAAAHHHHHH!"
"OOOOOHHHHHH!!"
"CROOOOTTTT... CRRROOOOTTTTT!"
semuanya keluar.
segala hormon. segala liquid. segala ekstrak. dan apapun itu namanya.
kulihat ia tersenyum bahagia.
walaupun terlihat cukup kewalahan menerima segala seranganku di senja itu.
nafasnya dan nafasku beradu, sekarang ia yang cukup agresif.
seakan-akan ia memaksaku untuk membelainya dan menekan-nekan bagian tubuhnya.
pada akhirnya,
"LEGA!", itulah perasaan kami berdua, setelah melakukan ritual yang biasa kami lakukan setiap hari.
kemudian kubersihkan tubuhnya. dan kututup lubang pada dirinya yang sedari tadi kubuka, hanya demi melampiaskan birahiku.
kutarik kembali celanaku. dan terakhir, kututup resletingku.
dalam hati kuteriakkan segalanya yang ada dalam benak ini,
"TERIMAKASIH, KLOSETKU! I LOVE YOU!"