Wednesday, 12 September 2018

23:30 - No comments

Latihan Tidur (.)


Kelakar tawa menggelegar di Gereja, ya, tidak lain dan tidak bukan, 
satu-satunya sang empunya tawa tersebut adalah seorang pria dengan senyum lebar serta gigi tertata, 
dan itu saya tepatnya. 


Banyak hal yang tak mampu saya interpretasikan dengan kumpulan huruf, kumpulan kata, dan kumpulan kalimat, 
sehingga hanya mampu tertawa saja.

Tapi tahukah kalian, hal yang paling saya butuhkan bukanlah tertawa, melainkan tertidur? 
Teori tidur membutuhkan waktu sekitar 8 jam memang terbukti ampuh untuk memulihkan kepenatan dan kelelahan jasmani dan rohani manusia. 
Tetapi yang justru saya suka pada saat saya tertidur adalah pada saat detik-detik saya terbangun, 
karena pada saat itu, ada perasaan yang entah di awang ataupun keinginan yang berbau kenyataan, 
yaitu membayangkan adik-adik saya sembuh dari segala sakit yang sudah cukup lama membayangi hari-harinya, 
dan tentu hari-hari saya sebagai kakaknya.

Peristiwa dimana saya hendak bangun dari tidur, 
mengimplikasikan kalau apa yang kita rindukan dan minta, pasti akan Dia genapi.

“Karena itu Aku berkata kepadamu: apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu”, — (Markus 11:24)

Terdengar klise memang, nampak klasik, teoritis dan sebagainya, 
namun itulah yang saya rasakan dan alami dalam kehidupan saya. 
Seringkali pada saat tertidur, 
kebanyakan kita memilih tak mau bangun lagi, 
karena dunia nyata lebih kejam dari dunia maya. 
Namun, Tuhan menjanjikan saya untuk berharap sesuatu yang pasti, 
meminta sesuatu yang saya inginkan, dan mencukupkan segala yang saya butuhkan, 
asalkan saya percaya dan mengandalkanNya dimanapun saya berada dan dalam kondisi apapun saya.

Khayalan mendapatkan telepon dari Mamak kalau adik-adik sudah bisa berlari, 
atau awang-awang dimana pada saat membuka pintu rumah melihat adik-adik sudah bisa berjalan dengan sehat sedia kala, 
atau bahkan pada saat saya bangun dari tidur, melihat adik-adik bersiap-siap berangkat ke sekolah, 
dan masih banyak hal lainnya yang saya dambakan seperti seseorang menghabiskan 8 jam dalam tidurnya, 
kemudian bersemangat bangun untuk meraih apa yang dicita-citakan seperti mimpi indah dalam tidurnya.

Bahkan sampai saat ini, seperti seorang yang tidur, kemudian bangun, lalu tidur lagi, 
kemudian bangun lagi, dan begitu terulang kembali peristiwa tidur dan bangun, 
moment bermimpi dan berharap, walaupun tak tahu kapan tergapai semua cita dan asa, 
tak akan memudarkan semangat saya untuk terus meminta, 
untuk terus berharap, 
untuk terus memohon di dalam doa, 
kalau suatu saat Tuhan dengar doa kakak yang begitu sayang pada adik-adiknya ini.

Tidurlah di waktu yang tepat, 
bermimpilah seindah-indahnya sambil berdoa, 
bangunlah dengan segera, 
dan raihlah janji-janji Tuhan yang senantiasa menyertai saya, kamu, dan kita semua.

“Bahwa sumber segala kisah ialah kasih.Bahwa ingin berawal dari angan.Bahwa ibu tak pernah kehilangan iba.Bahwa segala yang baik akan berbiak.Bahwa orang ramah tidak mudah marah.Bahwa seorang bintang harus tahan banting.Bahwa untuk menjadi gagah, kau harus gigih.Bahwa terlalu paham bisa berakibat hampa.”

Monday, 8 January 2018

00:25 - No comments

"Old History"

waktu berjalan tidak cepat, tidak juga lambat.

perlahan namun tidak terlalu pelan,
terkesan ngebut tapi tidak diburu-buru.



hampir dua belas bulan sepertinya, tempat singgah si gadis berkarya,
tak dikunjungi, tak pula semenit dua menit dibersihkan setiap debu dan sarang laba-laba yang bergantungan.

ada banyak kisah, banyak juga yang tak terjadi apa-apa.
sedih, bahagia, pilu, canda tawa, semua meluruh tak tersisa.

oh...

menyisakan makna penyesalan mengapa si gadis tega meninggalkan tempat persinggahan,
yang banyak orang justru disitu mengakui eksistensinya.

--

banyak orang menganalogikan penyesalan layaknya nasi berevolusi menjadi buih-buih bubur yang tak berspasi.
kenapa harus bubur?
dan kenapa dimulai dengan nasi?

juga penyesalan mengapa selalu diakhiri dengan ketidakgunaan dan ketidakharusan seseorang untuk menyesal.
lantas, mengapa, harus ada kata "penyesalan" di dunia yang tak terhingga perbendaharaan kata.

--

si gadis berusaha membersihkan debu-debu yang menebal layaknya polusi yang selalu hinggap di sudut metromini,
yang tak pernah dibersihkan sang kernet apalagi pengemudi.

pekat, abu-abu tua, kemudian lengket dan wajib disikat.

begitu juga dengan hatimu yang tak pernah disirami kasih yang tulus dan sejati,
ia akan berkerak seperti nasi gosong yang ada di panci hitam milik ibu.


dalam segala lelah yang membuatku cemas,
aku mengenalmu, sebagai sehela napas,
yang tak pernah ingin kulepas.

kira-kira singkatnya begini.

kau harus bahagia meskipun tidak denganku.
namun kau juga harus mengerti,
aku benci kalimat ini.

bila kau tak mencintaiku,pura-puralah mencintaiku.
berpura-puralah sampai..
sampai kau lupa,
bila kau sedang berpura-pura.


secarik kertas berisikan kata-kata penuh emosi yang sedari tadi diusap-usap oleh si gadis,
akhirnya dilipat kecil menjadi empat bagian.

dimasukkannya ke kantong depan baju kodok yang dipakainya.

melangkah keluar rumah dengan membawa segala perabot lama,
membersihkan seluruh sarang laba-laba dan keluarga besar mereka,
menyapu setiap pasir tertinggal,
mengelap setiap kelengketan-kelengketan yang terdapat di penjuru ruangan.


bersih. kosong. tentu siap dihuni.

karna dia tahu, bahwa ingatannya sudah kembali, dan tak bisa menerima kepura-puraan lagi.

yang baru akan datang, maka yang lama segera dibuang.


"Forget about what’s happened; don’t keep going over old history."