Friday 17 April 2015

10:15 - No comments

Diamond on Saturday

"guuuuukkkk...guuuukkkkk..."
"goooookkkkk...goooookkkkkk!!!"
suara-suara bising itu membuyarkan lamunanku.
ciri khas daerah yang sedang kusinggahi akhir minggu ini,
tempat yang memang tak asing lagi bagi jari-jari kaki kecilku.

dalam-dalam kuhisap semua udara di dalam paru-paru,
yang kutahu bentuknya akan mengempis.

kutahan.
kubuang perlahan.
"Margasari jauh banget ya Tuhan!",
gumamku sendirian.

tak peduli apa kata manusia-manusia yang heran melihatku,
"kok ngomong sendirian mba?",
sapa mas-mas di sebelahku dengan penuh senyuman geli.

aku tak menjawab, hanya sesungging garis lengkung kepunyaanku di Sabtu pagi yang kulemparkan ke hadapannya.

kutengok ke kiri jalan, kucari-cari yang selalu kutunggu,
bukan cinta,
bukan harta,
bukan pula tahta.

ya. tak lain, dan tak bukan, aku menunggu bus trans-jakarta.

ku lap semua keringat yang mulai menetes ke pasminah hitam kesukaanku.
tak sengaja tercium aroma yang mengganggu hidung kecilku ini.
"ah aku belom mandi!",
seruku dalam hati, dan mas-mas tadi pun nampak tertawa kecil melihat kelakuanku,
kurasa ia mulai aneh dengan segala hal dalam diriku ini.

semenit kemudian tiba juga bus trans-jakarta yang sedari tadi kutunggu dan kunanti-nanti.
"Grogol.. Grogol!",
teriak pria paruh baya yang berlabel satgas itu.

kulangkahkan kaki kananku, dan kulihat bangku demi bangku penuh terisi.
bahkan untuk berdiri pun aku harus mencari spasi yang cukup untuk ku dapat merenggangkan otot-otot.
"mba dari Cililitan mau ke Margasari? Jauh juga ya..",
tiba-tiba ada suara yang tak asing di telinga mengejutkanku di tengah himpitan para penumpang.
"apa sih mas-mas sok asik ini!"
dumelku dalam hati.
"Permata, nama yang bagus."
ucapnya lembut, namun entah mengapa hatiku tersengat listrik saat itu juga.

tak percaya dengan apa yang kudengar, ku angkat kepalaku dan baru saja aku ingin bertanya,
tiba-tiba,
telunjuk tangannya yang besar mengarah ke tas genggamku.

dan kulihat ada gantungan tas yang menyembul dari lubang kecil dan bertuliskan namaku.
kemudian ku tersenyum malu di hadapannya. seberusaha mungkin kusembunyikan kebodohanku ini.

shelter demi shelter kami lalui, walaupun dengan sedikit usaha dan jerih payah untuk menahan tekanan dari segala penjuru.
dan tibalah pula kami pada shelter beridentitaskan patung besar yang sedang mengangkat tangan kanannya ke depan.
kemudian satgas yang sama berteriak,
"Pancoran.. Pancoran!"
mas-mas tadi menepuk pundakku, sambil tersenyum ia berkata,
"hati-hati di jalan",
dan selanjutnya memberikan secarik kartu kecil kepadaku.

aku termangu melihat tingkah laku mas-mas yang baru saja tahu namaku ini.

kulihat kartu kecil pemberiannya, warna cokelat muda, berhiaskan butir-butir hiasan permata.
ku balikkan kertas kartu itu, dan kulihat ada beberapa kata di sana.
"A diamond doesn't start out polished and shining.
It once was nothing special, but with enough pressure and time, becomes spectacular.
I'm that diamond."
tersenyum haru saat kubaca tulisan itu. tak dapat terelakkan sesuatu yang manis yang telah dilakukan mas-mas yang sedari tadi mengganggu keeksisanku di jagat trans-jakarta ini.

tersentak kupikirkan kata demi kata, kalimat demi kalimat.
"Diamond kan berlian!",
sanggahku dalam hati.
"ah tak apalah, sama saja maknanya. berlian atau permata, yang penting aku mahal harganya."
kemudian bus trans-jakarta melaju kencang, berjalan santai di atas kebahagiaan yang sederhana.
kebahagiaan dimana hanya aku seorang yang punya.
kesenangan yang mungkin orang menganggapnya berlebihan.

berharap hari ini jangan cepat berlalu,
karena semesta tahu Sabtu ini milik seorang Permata.

dan mas-mas tadi mengingatkanku dengan segala kemanisan-kemanisan yang dilakukannya,
bahwa aku memang berharga,
juga bercahaya.

saat itu juga aku berdoa atas nama Sang Khalik,
"Jodoh pasti bertemu,"
gumamku dengan pasti dan penuh pengharapan.

0 komentar:

Post a Comment