14:17 -
2 comments
Kisah Tiga Bersaudara
Dahulu kala hidup tiga orang bersaudara, mereka melanglang buana, melewati tempat-tempat sepi dan termaram. Sampai suatu hari tibalah ketiga bersaudara di tepi sebuah sungai yang lebar dan dalam, sehingga terlalu berbahaya untuk dilewati dengan berjalan kaki ataupun terlalu lebar diseberangi dengan berenang. Meskipun demikian ketiganya merupakan penyihir yang mahir, hanya dengan melambaikan tongkat sihir terbentuk sebuah jembatan di hadapan mereka.
Pada saat mereka sampai tengah jembatan, ketiganya dihalangi oleh mahluk berjubah. Ternyata mahluk tersebut adalah SANG KEMATIAN, ia marah karena merasa telah dicurangi oleh ketiganya. Biasanya orang-orang yang berniat menyeberangi sungai tersebut berakhir dengan tenggelam ke dasar sungai. Dengan licik ia berpura-pura memberikan selamat atas kemampuan sihir ketiganya, dan mengatakan tiap-tiap orang akan mendapatkan hadiah atas kehebatan mereka mengalahkan kematian.
Sulung diantara mereka adalah seorang yang senang berduel, ia meminta sebuah tongkat sihir sakti yang pernah dibuat di muka bumi. Tongkat sihir tersebut harus selalu memberikan kemenangan bagi pemiliknya, sebuah tongkat yang pantas karena telah mengalahkan kematian! Sang kematian mendekati semacam pohon arbei liar yang terdapat dipinggir sungai, membuat sebuah tongkat sihir indah dari ranting pohon kemudian memberikan si Sulung tongkat tersebut.
Anak kedua seorang yang sombong, berniat mempermalukan malaikat maut lebih jauh lagi, dan meminta kemampuan untuk menunda kematian. Sang kematian memungut sebuah batu dari dasar sungai yang deras tersebut, memberikan batu tersebut sambil berpesan batu tersebut mempunyai kemampuan untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal dunia.
Kematian bertanya kepada si bungsu apa yang ia inginkan. Bungsu dari tiga bersaudara ini adalah seorang yang rendah hati dan bijaksana, ia tidak percaya dengan niat tulus sang kematian. Si bungsu meminta sesuatu yang dapat membuatnya pergi melanjutkan perjalanan tanpa diikuti oleh kematian. Sang kematian dengan enggan (karena sudah berjanji sebelumnya akan mengabulkan apapun permintaan mereka) memberikan jubah gaib yang dimilikinya.
Sang kematian menyingkir dan mempersilahkan mereka melanjutkan perjalanan. Ketiganya melanjutkan perjalanan sambil memperbincangkan kejadian yang baru mereka alami sambil mengagumi hadiah yang mereka dapat dari kematian. Sampai tiba saatnya ketiganya harus berpisah melanjutkan tujuan masing-masing.
Sulung terus melanjutkan perjalanan lebih dari seminggu sampai akhirnya mendapati desa yang sangat jauh, mencari seseorang yang pernah bertengkar dengannya. Dengan tongkat pemberian dari Sang Kematian sebagai senjatanya, si sulung tidak akan kalah dalam pertarungan. Membiarkan lawannya yang mati tergeletak begitu saja diatas lantai. Kemudian ia menyewa sebuah losmen, di sana si sulung menyombongkan diri bahwa ia tidak mungkin kalah karena tongkat sihir miliknya merupakan hadiah sang kematian.
Malamnya, seorang penyihir datang sambil mengendap-endap mendekati si sulung yang sedang tertidur dalam keadaan mabuk, penyihir tersebut menggorok lehernya kemudian mengambil tongkat sihir pemberian Sang Kematian tersebut. Dan kematian datang menghampiri, mengambil si sulung sebagai miliknya.
Sementara itu, anak ke dua dari tiga bersaudara kembali kerumahnya dimana ia tinggal sendirian di sana. Kemudian ia mengeluarkan batu kebangkitan, diletakkan di atas telapak tangannya kemudian diputar tiga kali. Tiba-tiba bayangan wanita yang dulu pernah hampir dinikahinya muncul di hadapannya.
Tetapi wanita pujaannya terlihat sedih dan dingin, seakan-akan ada sesuatu yang memisahkan mereka berdua. Sekalipun sang wanita hidup kembali, tetapi dunia ini bukanlah tempatnya dan terlihat sangat menderita. Sampai akhirnya anak kedua menjadi putus harapan, kemudian bunuh diri demi menyusul orang yang ia cintai. Dan kematian datang untuk anak kedua.
Sang maut kemudian mencari si bungsu, bertahun-tahun mencari tanpa ada hasil. Ketika si bungsu sudah menjadi tua, ia melepas jubah pemberian malaikat maut dan menyerahkan jubah tersebut kepada anaknya. Si bungsu menyapa malaikat maut yang menemuinya dengan senang hati sebagaimana seseorang bertemu kawan lama. Malaikat maut dengan terus terang mengatakan bahwa posisi mereka seimbang dan si bungsu meninggal dengan tenang.
**_******* (#jk_r)