Thursday, 25 August 2016

14:17 - 2 comments

Kisah Tiga Bersaudara

Dahulu kala hidup tiga orang bersaudara, mereka melanglang buana, melewati tempat-tempat sepi dan termaram. Sampai suatu hari tibalah ketiga bersaudara di tepi sebuah sungai yang lebar dan dalam, sehingga terlalu berbahaya untuk dilewati dengan berjalan kaki ataupun terlalu lebar diseberangi dengan berenang. Meskipun demikian ketiganya merupakan penyihir yang mahir, hanya dengan melambaikan tongkat sihir terbentuk sebuah jembatan di hadapan mereka. 

Pada saat mereka sampai tengah jembatan, ketiganya dihalangi oleh mahluk berjubah. Ternyata mahluk tersebut adalah SANG KEMATIAN, ia marah karena merasa telah dicurangi oleh ketiganya. Biasanya orang-orang yang berniat menyeberangi sungai tersebut berakhir dengan tenggelam ke dasar sungai. Dengan licik ia berpura-pura memberikan selamat atas kemampuan sihir ketiganya, dan mengatakan tiap-tiap orang akan mendapatkan hadiah atas kehebatan mereka mengalahkan kematian. 

Sulung diantara mereka adalah seorang yang senang berduel, ia meminta sebuah tongkat sihir sakti yang pernah dibuat di muka bumi. Tongkat sihir tersebut harus selalu memberikan kemenangan bagi pemiliknya, sebuah tongkat yang pantas karena telah mengalahkan kematian! Sang kematian mendekati semacam pohon arbei liar yang terdapat dipinggir sungai, membuat sebuah tongkat sihir indah dari ranting pohon kemudian memberikan si Sulung tongkat tersebut. 

Anak kedua seorang yang sombong, berniat mempermalukan malaikat maut lebih jauh lagi, dan meminta kemampuan untuk menunda kematian. Sang kematian memungut sebuah batu dari dasar sungai yang deras tersebut, memberikan batu tersebut sambil berpesan batu tersebut mempunyai kemampuan untuk menghidupkan kembali orang yang telah meninggal dunia. 

Kematian bertanya kepada si bungsu apa yang ia inginkan. Bungsu dari tiga bersaudara ini adalah seorang yang rendah hati dan bijaksana, ia tidak percaya dengan niat tulus sang kematian. Si bungsu meminta sesuatu yang dapat membuatnya pergi melanjutkan perjalanan tanpa diikuti oleh kematian. Sang kematian dengan enggan (karena sudah berjanji sebelumnya akan mengabulkan apapun permintaan mereka) memberikan jubah gaib yang dimilikinya. 

Sang kematian menyingkir dan mempersilahkan mereka melanjutkan perjalanan. Ketiganya melanjutkan perjalanan sambil memperbincangkan kejadian yang baru mereka alami sambil mengagumi hadiah yang mereka dapat dari kematian. Sampai tiba saatnya ketiganya harus berpisah melanjutkan tujuan masing-masing. 

Sulung terus melanjutkan perjalanan lebih dari seminggu sampai akhirnya mendapati desa yang sangat jauh, mencari seseorang yang pernah bertengkar dengannya. Dengan tongkat pemberian dari Sang Kematian sebagai senjatanya, si sulung tidak akan kalah dalam pertarungan. Membiarkan lawannya yang mati tergeletak begitu saja diatas lantai. Kemudian ia menyewa sebuah losmen, di sana si sulung menyombongkan diri bahwa ia tidak mungkin kalah karena tongkat sihir miliknya merupakan hadiah sang kematian. 

Malamnya, seorang penyihir datang sambil mengendap-endap mendekati si sulung yang sedang tertidur dalam keadaan mabuk, penyihir tersebut menggorok lehernya kemudian mengambil tongkat sihir pemberian Sang Kematian tersebut. Dan kematian datang menghampiri, mengambil si sulung sebagai miliknya. 

Sementara itu, anak ke dua dari tiga bersaudara kembali kerumahnya dimana ia tinggal sendirian di sana. Kemudian ia mengeluarkan batu kebangkitan, diletakkan di atas telapak tangannya kemudian diputar tiga kali. Tiba-tiba bayangan wanita yang dulu pernah hampir dinikahinya muncul di hadapannya. 

Tetapi wanita pujaannya terlihat sedih dan dingin, seakan-akan ada sesuatu yang memisahkan mereka berdua. Sekalipun sang wanita hidup kembali, tetapi dunia ini bukanlah tempatnya dan terlihat sangat menderita. Sampai akhirnya anak kedua menjadi putus harapan, kemudian bunuh diri demi menyusul orang yang ia cintai. Dan kematian datang untuk anak kedua. 

Sang maut kemudian mencari si bungsu, bertahun-tahun mencari tanpa ada hasil. Ketika si bungsu sudah menjadi tua, ia melepas jubah pemberian malaikat maut dan menyerahkan jubah tersebut kepada anaknya. Si bungsu menyapa malaikat maut yang menemuinya dengan senang hati sebagaimana seseorang bertemu kawan lama. Malaikat maut dengan terus terang mengatakan bahwa posisi mereka seimbang dan si bungsu meninggal dengan tenang.

**_******* (#jk_r)

Thursday, 26 May 2016

17:08 - No comments

Tanda Tanya

kamu selalu berusaha diam.
tak berniat mengutarakan apa yang ada di pikiran.

kemudian kamu selalu berniatan tak nampak.
tidak berhasrat meraba apalagi menggenggam asa dan tujuan.

yang selalu ingin dimengerti, tapi tak seorang pun yang mengingat.
yang berharap dikasihani, namun apa daya semua sibuk dengan dunianya sendiri.


bahkan sebutir pasir di ujung pulau pun nampak putih.
tapi kamu tak terlihat, walau jelas-jelas bayanganmu ada di pelupuk mata sang pengamat.

angin yang tak berwujud mempunyai peran dalam sebuah ekosistem,
lalu dimanakah maknamu?
bahkan sampah pun dapat didaur ulang untuk sebuah kebaikan.

Maha Agung menciptakan tiga jenis mahkluk hidup dan ribuan yang tak bernyawa.
bukankah itu semua saling berkesinambungan untuk sebuah kondisi yang sempurna?

malam selalu menjadi kawan sejati bagi si pecinta sepi,
tapi kamu tidak menyukai keheningan.
karena keberadaanmu hadir di saat semua hal berbising.

kopi sering dikaitkan bagi para pemikir yang ingin bersuara,
namun kamu tidak punya rasa setitik walau hanya untuk menentukan bagaimana identitasnya.

setetes air akan berubah pengertian ketika mereka berkawan dengan sesama.
kawanan gerimis yang sering kamu sebut hujan itu pun dapat membuat hati seorang gadis di ujung sana bergemuruh.
namun diam dan dinginmu mengapa.

kamu bukan warga bulan yang kehidupannya menjadi pertanyaan semua orang.
kamu juga bukan saksi teroris yang keberadaannya dikaitkan dengan kekhawatiran semata.
dan kamu tentunya bukan hantu yang kisahnya membuat gadis bernama Retno itu penasaran.

sampai saat ini yang paling pas menggambarkanmu hanyalah sebuah tanda tanya.
tanda tanya yang tak akan pernah bermakna tanpa ada sebuah pertanyaan.
tanda tanya yang tak akan bisa hilang jika belum dijawab.




kamu adalah tanda tanya bagiku—si masa lalu.
karena dalam diam dan dingin, aku selalu mengetuk pintu.
menikmati rekaman yang jelas-jelas tak pantas dikenang.
mendengarkan nyanyian berbau kematian.
kemudian berusaha bernafas di tengkuk, walau tinggimu tak mampu kujangkau.

kamu hanyalah tanda tanya dalam hidupku—si masa lalu.
karena lewat rangkaian aksaramu, aku sadar,
kalau otak kananmu masih menyediakan sedikit ruang tentangku.

Wednesday, 18 May 2016

14:46 - 4 comments

bunga tidur si anak manja

semua pertanyaan selalu berjodoh dengan jawaban.
dan untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu.

aku bukan lagi kau.
dan kau tidak lagi menjadi aku.

ratusan pompa sudah dibeli demi menghisap dan menelan bulat-bulat segala yang ada.
jutaan tawa berkelakar kuat berusaha agar tak ingat kembali pulang.
dan triliunan kata demi kata keluar dari bibir yang bercampurkan rasa garam.

wadah sudah penuh, kemudian tumpah, dan bahkan menyesak, memaksa untuk meledak.

petromaks tak lagi bersinar karena minyak tanahmu sudah sekarat.
tetapi pikiranmu terus mengalir ribuan watt, untuk mencari ketenangan yang kau sebut abadi.

bangunlah, sadarlah, kita sudah terpisah antar dua dunia.
dunia imajinasi dimana hanya kita yang cipta dan rasa tiba-tiba terendam tsunami peluhmu.

tak ada kau, tak ada aku, dan tak akan ada kita.


perlahan genangan berubah menjadi aliran, mendadak kencang dan kuat.
dan wadah itu pecah, hancur, tak tersisa.

bayi mungil berteriak manja untuk membayar perhatian bunda.
hati ibu mana yang rela bagian dari hidupnya menangis meronta.

habis energi milikmu dan milikku menata ulang sarana kita berkarya.
tak ada satupun rangkaian huruf yang dapat menginterpretasikan rasa itu.

pulanglah, kembali ke gubuk yang terkasih.
selalu ada yang menunggu bau keringatmu di bilik pintu.

sesakmu di dadaku, piluku di kerongkonganmu, semua bercampur satu.
di saat kau membayangkanku meninggalkanmu, kemudian merangkak ke pangkuan sang Khalik.
karena benar maupun salah, suka tak suka, dituruti atau tidak dituruti,
pada akhirnya yang bisa membuktikan cuma waktu.

tenanglah hai pemuda pencari cinta dan penyayang dunia.
bersyukurlah, bergembira dan bersorak-sorailah, karna ini semua hanya bunga tidur semata.



----------------------------------------



#anaknyaabismimpiinemaknyameninggalmasa #pukpukpuk #mimpimeninggalartinyapanjangumurkok

Tuesday, 16 February 2016

15:09 - 5 comments

"PINOCCHIO"


Awalnya bagiku bohong punya 2 alasan,
alasan pertama ingin menutupi keadaan kondisi yang sebenarnya,
dan yang kedua, ingin dianggap unggul oleh sesama.
Ya, kedua alasan tadi kupakai untuk mengada-adakan sesuatu yang tidak ada.
Melebih-lebihkan yang kecil menjadi besar, bahkan kadang besarnya melebihi idealisme mahasiswa.

Entah mengapa menurutku bohong tidaklah salah, walau kutahu pasti ia bagian dari dosa.
Seringkali diriku tanpa sadar memaklumi kebohongan-kebohongan kecil, yang besarannya masih masuk nalar logika sahabat-sahabatku.
Ketika besarannya melampaui batasan, kemudian secara sadar aku berbohong (lagi dan lagi),
100% keyakinanku berkata para sahabat sudah jelas dapat menilai mana yang benar dan mana yang fiktif belaka.

Semakin lama kurenungkan, jangan-jangan keberadaanku tumbuh dari tumpukan dusta yang kubuat.
Hidupku yang justru unik dengan segala kekurangannya, tenggelam dengan kisah-kisah kebohonganku semata.
Dan sahabat-sahabatku pun perlahan mulai menjauh, melindungi dirinya masing-masing karena takut bergaul denganku. Ya mana ada orang yang tahan berdampingan dengan pembual sepertiku.
Dapat disimpulkan kedua alasan tadi masih belum cukup menyadarkanku bahwa berbohong adalah kesalahan yang fatal.

Namun pada akhirnya setelah sekian lama, aku menemukan alasan yang ketiga.
Dan alasan terakhir inilah yang konsekuensinya (akhirnya) dapat mengubahkan diriku.
Selalu merasa tak percaya dengan setiap orang, dan hal tersebut yang cukup memberikan rasa sakit di hati.
Aku tak bisa membedakan mana yang fakta dan mana yang fiksi.
Aku juga tak bisa membedakan antara khayalan dan kenyataan.
Kemudian yang paling parah di antara yang terparah dari alasan yang ketiga ini adalah,

aku tak tahu siapa yang tulus dan siapa yang hanya sekedar modus.

“The liar's punishment is, not in the least that he is not believed, but that he cannot believe anyone else.” ― George Bernard ShawThe Quintessence of Ibsenism

Monday, 15 February 2016

16:19 - No comments

Bukan Valentine Sebenarnya

“tuuuttttt…tuttttt…ngiiinnggggg…tuutttttt…kleeengggg..”
“tuuuttttt…tuttttt…ngiiinnggggg…tuutttttt…kleeengggg..”
lagi-lagi diriku terbangun demi dentuman kencang kereta api yang selalu muncul di waktu tidur.

refleks dua lobang hidung besar ini mencari-cari oksigen yang menurutku entah mengapa tiba-tiba hilang mendadak.
“hhuuuuhhhh..haaaahhhh..fiuuuhhhh..”
kuhisap dalam-dalam 86% karbondioksida, dan membuangnya disertai peluh beban yang selalu muncul di setiap malam.

tiba-tiba rasa air laut jatuh dari kedua kelopak mata, entah itu air kesedihan, atau air keletihan.
yang jelas sesakku semakin penuh saat nampak kalender kusam bertanggalkan 14 Februari.

ketika keakuanku yang selalu minta disadari sahabat karib dulu.
saat dengan mudahnya aku mengada-adakan berbagai hal, walau mereka tak pernah mengharapkan apapun.
di saat naluriku yang selalu ingin unggul, dan menjadi kebanggaan di hadapan teman sepermainan.
dan secara gamblang pula kuteriakkan keras-keras biar seantero jagat tau, jika aku hebat.

14 Februari menjadi pengingat seumur hidup, bahwa setengah jiwaku pergi.
pujian semu yang kubuat, lenyap ditelan bunyi sirine ambulans.
prestasi belaka yang kupelihara, tenggelam bersamaan lautan manusia yang mengasihani.
dan yang terutama, kebohongan yang kuciptakan semakin runtuh dihantam kereta api.

ya..
istriku meninggal di tempat, dengan sepeda tua peninggalan ayah mertuaku.

tapi tunggu..
bukan hanya tulang rusuk saja yang berlalu dan tak kembali.
martabat, sahabat, dan yang paling penting,
keberadaanku pun hilang di balik nestapa sang jeruji.

ya..
aku terpenjara dengan semua misteri yang kukarang.
pengalaman kecil standar Upah Minimum Regional melesat jauh bagai supernova.
selanjutnya sepeda ayah yang sekejap berubah menjadi alphard,
semata-mata hasil karya mulutku yang bermodalkan kata-kata maya belaka.

bukan salah masinis yang tak sanggup menarik rem nya,
juga bukan penjaga palang kereta yang lupa menghentikan laju sang cinta,
dan tentu bukan pula lemahnya seruan sewot sekumpulan pemirsa.

surya berdentum kencang sebagai penentu waktu bisu ciptaan Khalik.
rel kereta api kemayoran dalam diam menjadi saksi Izrail menjemput penopang jagoan kecil.
dan yang terakhir, takdir menghantarkan diriku kepada bara api kekal abadi.

demi semesta dan jagat raya, aku lega.
karena tak ada dahaga kebanggaan lagi yang tersimpan di dada.
harapan satu-satunya kuletakkan di bahu pria mungil, si jagoan kecil.
entah bagaimana hari esoknya, yang jelas moralnya takkan terbentuk menjadi pendusta.
tak akan pernah menjadi punuk yang selalu mengada-adakan si bulan.

dan tentu, keberadaannya bukanlah sebuah kebohongan semata.

Wednesday, 20 January 2016

16:48 - No comments

Bandung Lautan Api (Asmara)

24 Maret 1946, istilah "Bandoeng Laoetan Api” lahir dari kaum militer bangsa Indonesia, yang saat itu dipimpin oleh Kolonel A.H. Nasution

dan nyatanya 24 Maret 2015, istilah tersebut juga hadir di hidup Gems,
gadis yang paling polos di asrama kampus para perawat di desa kami.
Desa Sarimarga, yaitu desa dimana para pahlawan bersemayam dan menyiapkan strategi melemahkan serangan penjajah tempo dulu, pada saat itu Belanda.
desa kecil di ujung Provinsi Jawa Barat, yang berbatasan dengan Ibukota Jakarta.

dari antara semua penghuni asrama perawat,
satu-satunya hanya Gems yang belum pernah berpacaran.
padahal Gems memiliki paras yang enak dilihat, ramah pembawaannya, dan bentuk tubuh yang ideal.
entah mengapa, ia merasa tak pernah ada satupun pria yang mendekatinya.

mungkin karena Gems teramat polos, sehingga tak ada pria yang mau mendekatinya.
sesuatu yang seharusnya direspon dengan serius, Gems malah menganggap lelucon.
hal yang sewajarnya ditertawakan, Gems malah bersikap marah dan merasa kalau itu celaan dan tidak sopan.

begitu juga dengan pelajaran Sejarah kemarin siang sehabis istirahat.
ketika Rian membuat sebuah guyonan dari istilah Bandung Lautan Api menjadi Bandung Lautan Api Asmara.
Gems berpikir Rian brilliant, dan ia merasa bahwa Bandung akan mengubah garis hidupnya.

akhir minggu, dengan berbekal modal nekat dan uang seadanya, ia pergi meninggalkan asrama.
Gems mencari apa yang selama ini teman-temannya bicarakan.
menemukan hal yang selalu membuatnya penasaran, apa itu asmara.

ia pergi dengan travel dari Pom Bensin perbatasan desa kami menuju Cihampelas Bandung.
padahal tak tahu tempat yang ingin dituju, Gems merasa kepergiannya kali ini membawa berkah.
sepanjang perjalanan, di samping jendela, tak henti-hentinya ia memekarkan senyuman, sembari melihat yang baginya pemandangan yang indah, padahal hanya barisan mobil yang mengantri menuju pintu loket tol menuju kota Bandung.

Gems semakin bersemangat sampai akhirnya ia sampai di salah satu Mall ternama, Ciwalk.
perlahan berjalan menyusuri setiap lantai, tak menemukan tanda-tanda asmara.
masih belum patah semangat, Gems beralih menuju Dusun Bambu, Lembang.
suasana yang sejuk hampir dingin tepatnya, namun tak kunjung nampak yang ia cari.
pergi ke Alun-alun Bandung pun yang terlihat banyak para pemuda dan pemudi, tetap saja Gems merasa ini bukan tempat yang melahirkan asmara di hatinya.

sampai akhirnya, 3 hari pencarian Gems, ia memutuskan untuk pulang kembali ke asalnya, Desa Sarimarga.
mungkin predikat mahasiwi terpolos 2015, 2016, 2017, dan 2000 sekian-sekian, akan terus melekat dengan sosoknya.
nampak Gems lemas sepanjang perjalanan menuju travel kepulangannya di Cihampelas.
dan ia memilih duduk di barisan belakang, tepatnya di bagian tengah dan bukan di dekat jendela, karena baginya Bandung bukan lautan asmara seperti yang Rian bilang, sehingga tak penting lagi untuknya sekedar melihat pemandangan asrinya Kota Bandung.

Gems tak sadar, ada seorang pria yang menuju ke arahnya.
ia asik dengan lamunannya dan gerutuan di dalam pikiran dan hatinya.
Pria tersebut duduk persis di sebelah Gems, karena Gems memang tak beranjak untuk bergeser menuju jendela.
pelan-pelan pria di sampingnya memegang tangan Gems, namun masih saja ia tak sadar, dan terus berkutat dengan ekspektasinya akan Bandung Lautan Asmara.
sedikit demi sedikit, Gems tertidur lelap, dengan posisi tangannya yang saling berpegangan dengan pria di sebelahnya.

sampai pada akhirnya travel berhenti di Pom Bensin tempat Gems meninggalkan Desa Sarimarga dalam 4 hari lamanya.
Gems terbangun, dan ia melihat ada seseorang di sampingnya yang sedang erat memegang tangannya.

“Rian?”, ucapnya.

pria yang selama ini dekat dengannya, selalu menunjukan lagu-lagu ciptaannya.
pria yang tak pernah berhenti meledek dan mengerjai Gems, namun yang juga selalu mengkhawatirkan kepolosan Gems.
baginya, hanya ia yang boleh menikmati keluguan Gems semata.
dan Rian pula yang menciptakan guyonan Bandung Lautan Api Asmara.

sembari mengucek mata dan setengah sadar,
pria yang memegangi tangan Gems itu pun bangun dari tidurnya.
dan sontak kaget kemudian buru-buru melepaskan genggamannya dari Gems.

ternyata Rian ada dalam 4 hari perjalanan Gems ke Bandung, namun Gems tak menyadarinya.
wajah sendu Gems nampak seketika itu juga.
pencariannya akhirnya ditemukan, di akhir perjalanannya pulang dari Bandung yang dinilai sia-sia.
karena tak perlu jauh-jauh ke Cihampelas dan sebagainya, bahwa di Desa Sarimarga pun nyatanya ada.

“Rian rian!”, terdengar suara yang memanggil Rian dari luar bis travel.
Gems pun ikut melihat ke arah suara tersebut, dan sudah tau siapa pemiliknya.

“Aku disini Nan..”, ucap Rian.
sembari menggengam tangan Gems, mereka berdua beranjak dari kursi.



ya, Nancy, kekasih Rian,
dan kakakku satu-satunya.